Logo Bloomberg Technoz

Produksi beras Jepang memang sudah mengalami tren penurunan, yang makin mengurangi stok nasional. Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menyatakan dalam email bahwa risiko kegagalan panen juga dapat meluas ke daerah lain, tergantung pada kondisi cuaca mendatang. Volume produksi tahun ini akan diketahui setelah panen musim gugur.

Kelangkaan beras sebelumnya sempat memicu krisis nasional pada awal musim panas, ketika harga yang meroket membuat beberapa sekolah mengurangi frekuensi penyajian nasi saat makan siang, serta toko dan restoran menaikkan harga hidangan berbasis nasi. Akar masalah ini berasal dari musim panas terik pada 2023 yang menyebabkan hasil panen terendah dalam lebih dari satu dekade.

Gagal panen lagi tahun ini bisa memperbesar kritik terhadap Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, yang sudah kehilangan banyak dukungan dalam pemilu majelis tinggi bulan Juli lalu sebagian besar karena krisis beras.

Ohizumi menyebutkan bahwa tanpa gangguan panas dan kekeringan, produksi beras Jepang tahun ini diperkirakan naik sekitar 8% menjadi 7,35 juta ton metrik karena adanya perluasan lahan tanam, berdasarkan data pemerintah. Namun, cuaca ekstrem menambah ketidakpastian terhadap hasil panen, sehingga sulit memproyeksikan output akhir.

Di sisi lain, ada yang meyakini upaya peningkatan budidaya bisa mengimbangi dampak cuaca ekstrem. Masayuki Ogawa, profesor di Universitas Utsunomiya, memperkirakan produksi beras tetap meningkat karena luas lahan tanam terus bertambah.

Departemen Pertanian AS saat ini memperkirakan produksi beras Jepang pada musim 2025 sebesar 7,28 juta ton. Meski angkanya relatif stabil dibanding tahun sebelumnya, itu tetap menjadi angka terendah sejak 2003, menurut data yang tersedia.

Harga beras sebagian ditentukan lewat kontrak di muka. Namun dengan prospek pasokan dan permintaan yang tidak menentu, Ogawa menyatakan harga kemungkinan tetap akan naik.

Situasi di Jepang sangat kontras dengan kondisi global yang membaik. Persediaan beras dunia meningkat dan harga menurun berkat cuaca yang mendukung dan panen sehat di negara-negara produsen utama seperti India. Harga acuan beras Asia kini berada di level terendah dalam hampir delapan tahun, memberi harapan pada miliaran konsumen harian.

Jepang sendiri sangat membatasi impor beras demi melindungi industri domestik. Hanya 770.000 ton beras bebas tarif yang diizinkan masuk setiap tahun, sementara sisanya dikenakan tarif sebesar ¥341 (sekitar 2,30 dolar AS) per kilogram.

Meski harga di pasar swalayan telah sedikit menurun dari puncaknya, pemerintah Jepang masih berupaya mencari solusi jangka panjang, tidak hanya untuk cuaca ekstrem yang baru-baru ini terjadi, tetapi juga untuk perubahan iklim yang kini mengancam masa depan industri beras yang sangat dihargai negara itu.

Dalam langkah yang menyimpang dari kebijakan puluhan tahun terakhir, Perdana Menteri Shigeru Ishiba bulan ini mendorong para petani untuk mengabaikan batasan produksi dan memperluas penanaman. Pemerintah telah membentuk satuan tugas dan mengirim truk air untuk membantu irigasi lahan pertanian.

Jepang juga mulai membudidayakan padi di daerah-daerah yang dulunya dianggap terlalu dingin. Pulau Hokkaido di utara telah menjadi wilayah penghasil padi terbesar kedua sejak 2018, dan kini memiliki hasil panen per hektare lebih tinggi dibanding prefektur Niigata, produsen padi utama Jepang.

(bbn)

No more pages