Logo Bloomberg Technoz

Penguatan Rupee Tidak Akan Bertahan Lama Akibat Defisit Neraca

News
30 January 2023 10:05

Mata uang India Rupee (Bloomberg)
Mata uang India Rupee (Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penguatan mata uang India rupee baru-baru ini terbukti cepat berlalu akibat sentimen dari neraca berjalan dan isu cadangan devisa negeri Mahatma Gandhi itu.

Rupee tertinggal dari baht Thailand dan rupiah indonesia dengan penguatan hanya sebesar 1,4% kendati saat ini otot dollar Amerika di pasar global tengah melemah. QuantEco Research memprediksi, rupee akan tergelincir ke level 83,5 per dollar AS dalam tiga bulan ke depan, atau menurun lebih dari 2% dari posisi 81,6 per dollar AS pada Jumat pekan lalu. Adapun prediksi dari Nuvama Professional Client Group, rupee akan jatuh di bawah 83 per dollar AS.

(Bloomberg

Penguatan rupee memang dibatasi oleh bank sentral India, Reserve Bank of India, agar cadangan devisa kembali meningkat. Pada Oktober 2022, posisi cadangan devisa India berada di level terendah dalam dua tahun. Kepala Valas Nuvama, Abhilash Koikkara, menjelaskan, setiap penurunan nilai tukar dollar terhadap rupee dipandang menjadi peluang bagi bank sentral untuk menimbun cadangan devisa. 

Prediksi pergerakan rupee ini menggarisbawahi risiko pelemahan rupee yang sudah diperkirakan oleh pada analis yang disurvei Bloomberg. Survei itu menyebut, rupee akan berakhir di posisi 82 per dollar AS pada akhir kuartal ini. Sementara indeks Bloomberg JP Morgan Asia Dollar telah menguat hingga 7% sejak awal November, rupee hanya mampu menguat 1,5%.

Kinerja yang kurang bagus dari mata uang India ini juga dipicu oleh defisit transaksi berjalan yang terjadi terus-terusan bersamaan dengan kekurangan fiskalnya. Defisit tersebut diekspektasikan akan terus terjadi pada tahun keuangan berikutnya dan sudah tentu memberikan tekanan pada rupee, menurut Vivek Kumar, ekonom QuantEco.

(Bloomberg)
Bloomberg Economics memprediksi, defisit neraca berjalan akan menurun menjadi 2,8% dari produk domestik bruto pada tahun keuangan yang berakhir Maret 2024, lebih kecil dari perkiraan 3,2% pada tahun fiskal ini. Walau begitu, angka tersebut masih relatif lebih tinggi dengan rata-rata sebesar 1,5% dari PDB selama 10 tahun terakhir.