Sejumlah sentimen jadi pemberat langkah harga emas. Pertama adalah tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen menyepakati tarif bea masuk 15% bagi produk Benua Biru yang masuk ke pasar Negeri Adidaya.
“Kesepakatan dagang AS-Uni Eropa menjadi start yang positif bagi pasar. Namun pekan ini akan menjadi periode yang sibuk, paling paling sibuk sepanjang tahun ini,” kata Kyle Rodda, Senior Market Analyst di Capital.com yang berbasis di Melbourne (Australia), seperti dikutip dari Bloomberg News.
Tidak hanya itu, AS juga kemungkinan bakal menyepakati perpanjangan ‘gencatan senjata’ di bidang perdagangan dengan China untuk 3 bulan lagi. Kedua negara dijadwalkan menggelar negosiasi di Stockholm (Swedia) pada Senin waktu setempat.
Emas adalah aset yang dipandang aman (safe haven asset). Ketika situasi lebih tenang, lebih terkendali, biasanya investor lebih mengincar aset-aset berisiko yang bisa memberikan keuntungan secara instan.
Selain kesepakatan dagang, investor juga akan memantau ketat rapat sejumlah bank sentral. Namun yang paling menyita perhatian tentu bank sentral AS Federal Reserve.
Dalam rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) 30 Juli mendatang, pasar memperkirakan Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan sejawat masih akan mempertahankan suku bunga acuan di 4,25-4,5%. Mengutip CME FedWatch, peluangnya mencapai 97,4%.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas jadi kurang menguntungkan saat suku bunga belum turun.
(aji)































