Logo Bloomberg Technoz

Dalam lanskap global saat ini, di mana data telah menjadi komoditas strategis yang setara dengan sumber daya alam (SDA), hal tersebut bukanlah sekadar pernyataan dagang, melainkan sinyal politik kuat tentang arah hubungan digital antara Indonesia dan kekuatan global seperti AS.

“Secara geopolitik, pernyataan ini juga menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih rentan dalam percaturan kekuatan digital global,” kata Pratama. 

Dia menuturkan, sejak Donald Trump menjadi Presiden, AS sudah memperluas pengaruhnya lewat diplomasi digital termasuk dengan menekan negara-negara mitra untuk membuka akses terhadap data dan infrastruktur teknologi. Dalam konteks ini, komitmen Indonesia guna memfasilitasi transfer data pribadi ke AS berisiko memperkuat dominasi perusahaan teknologi besar asal AS seperti Google, Meta, Amazon, dan Microsoft, yang sangat bergantung pada data lintas batas.

“Ketergantungan ini dapat melemahkan kemampuan Indonesia untuk membangun ekosistem digital mandiri, menciptakan ketimpangan dalam kompetisi digital global, dan pada akhirnya membatasi kedaulatan pengambilan keputusan dalam ranah teknologi dan informasi,” terang Pratama.

Ilustrasi Password (Envato)

“Lebih jauh lagi, sikap Indonesia yang terkesan akomodatif terhadap kepentingan data Amerika Serikat dapat menimbulkan dampak diplomatik terhadap negara-negara lain, terutama Tiongkok dan sesama negara anggota ASEAN.”

Menelisik lebih jauh, di tengah meningkatnya rivalitas digital antara AS dan China, langkah RI ini dapat ditafsirkan sebagai keberpihakan. Dampaknya akan memengaruhi posisi tawar Indonesia dalam kerja sama digital regional dan global, tegas dia.

Padahal, Indonesia selama ini berusaha menjaga posisi netral dan non-blok dalam urusan geopolitik digital termasuk dengan mendorong prinsip-prinsip seperti keadilan data, inklusivitas digital, dan kedaulatan siber.

Tantangan Saat Data Pribadi Ditransfer ke Amerika

Pratama menyebut terdapat tantangan lain yang muncul yakni risiko hilangnya nilai tambah ekonomi dari data. Jika data pribadi dan perilaku digital warga Indonesia terus mengalir ke luar negeri tanpa kontrol yang memadai, maka nilai strategis data tersebut akan dimanfaatkan oleh perusahaan asing, pengembangan produk, layanan, dan algoritma berbasis kecerdasan buatan yang bakal kembali dijual ke pasar Indonesia.

“Dalam skenario seperti ini, Indonesia tidak hanya kehilangan kontrol, tetapi juga potensi ekonomi yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat dan pelaku industri dalam negeri,” kata Pratama.

 Oleh karenanya Indonesia harus menyikapi pernyataan Gedung Putih tersebut dengan sangat hati-hati. Komitmen internasional dalam bidang perdagangan digital tak boleh mengorbankan prinsip-prinsip kedaulatan digital dan perlindungan data pribadi.

Pemerintah RI perlu membangun mekanisme regulasi yang tegas dan transparan soal transfer data lintas batas, termasuk memastikan bahwa negara tujuan memiliki sistem perlindungan data yang setara atau lebih tinggi. 

Lantas, Pratama menyarankan, Indonesia harus memperkuat posisi dalam forum-forum global seperti Kelompok Dua Puluh (G20) dan ASEAN Digital Ministers Meeting atau Pertemuan Menteri Digital ASEAN untuk mendorong tata kelola data yang adil dan berkelanjutan.

“Tanpa langkah strategis ini, Indonesia berisiko menjadi pasar data pasif yang dieksploitasi oleh kekuatan global, tanpa mendapatkan manfaat jangka panjang dari ekosistem digital yang inklusif dan berdaulat,” pungkas Pratama.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menerangkan bahwa “jadi tujuan ini adalah semua komersial bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan juga kita kelola data orang lain. Kira kira seperti itu.” Transfer data ini juga diklaim tetap berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

“Ini semacam strategi trade management. Jadi kalau barang tertentu itu dipertukarkan misalnya bahan kimia, itu kan bisa jadi pupuk ataupun bom. gliserol sawit itu kan juga bisa jadi bahan bermanfaat ataupun jadi bom,” ujar dia.

Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Menkomdigi RI) Meutya Hafid saat ditemui di Istana pada Rabu malam menyebut pemerintah bakal membahas isu ini lebih mendalam. Pernyataan sejalan dengan komentar singkat Presiden Prabowo Subianto yang tegas berkata “Nanti itu, sedang dinegosiasi, berjalan terus.”

- Dengan asistensi Dovana Hasiana dan Whery Enggo Prayogi.

*) Artikel ini mendapatkan pembaruan lewat pernyataan Hasan Nasbi dan Meutya Hafid.

(far/wep)

No more pages