Sekadar catatan, kilang modular merupakan unit pengolahan minyak mentah yang didesain dan dibangun dalam modul-modul terpisah, sehingga mudah dipindahkan dan dipasang di berbagai lokasi. Hal ini berbeda dengan kilang konvensional yang dibangun utuh di suatu lokasi.
Informasi tersebut didapatkan dari presentasi resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang usai penurunan tarif bea masuk dari 32% menjadi 19% yang diberikan terhadap komoditas ekspor RI ke AS pekan lalu.
Di lain sisi, pada 7 Juli 2025, PT Pertamina (Persero)—melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) — memang sempat meneken nota kesepahaman tidak terikat atau non-binding memorandum of understanding (MoU) dengan 3 perusahaan AS, yaitu; ExxonMobil Corp., Chevron Corp., dan KDT Global Resource LLC.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengonfirmasi MoU tersebut mencakup rencana kerja sama berupa penyediaan atau pengadaan feed stock minyak mentah untuk ketahanan energi nasional, serta investasi kilang.
“Kerja sama berupa optimalisasi penyediaan feed stock atau minyak mentah untuk ketahanan energi nasional kami, serta potensi kerja sama lainnya terkait dengan sektor kilang [di] hilir [migas],” kata Fadjar kepada Bloomberg Technoz, Rabu (9/7/2025).
Akan tetapi, tidak ada keterangan lebih lanjut apakah MoU Kilang Pertamina Internasional tersebut berkaitan dengan kabar investasi Danantara di proyek 17 kilang modular itu.
Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, dalam kesepakatan dagang dengan Washington, Indonesia telah setuju untuk mengimpor komoditas energi AS senilai US$15 miliar.
“Untuk energi, kemarin kan dari Pertamina [melalui] PT Kilang Pertamina Internasional kan sudah tanda tangan MoU dengan tiga [perusahaan energi] yang terbesar di AS; baik ExxonMobil, Chevron, maupun KDT Global Resource,” kata Susiwijono kepada awak media, Jumat (18/7/2025).
Terkait dengan komoditas yang dikerjasamakan dalam nota kesepahaman itu, Susiwijono mengelaborasi jenisnya beragam mulai dari impor untuk minyak mentah atau crude dan gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG), hingga produk kilang atau refinery berupa bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline atau bensin.
MoU tersebut nantinya juga akan didetailkan lebih lanjut, lantaran pemerintah masih akan membahasnya dengan United States Trade Representative (USTR).
“Di joint statement-nya nanti akan dibunyikan di situ. Kita akan sepakat, kemudian nanti detailnya, skemanya seperti apa akan kita detailkan lagi. Kita masih akan terus [berdiskusi] dan itu bukan kita dipaksa. Kita juga akan diuntungkan dengan itu guna menjaga ketahanan energi kita,” ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, nantinya terdapat rencana investasi dari AS untuk membangun “satu fasilitas” di sektor energi, yang belum diperincikan dalam format apa. Fasilitas—yang diduga sebagai kilang — itu akan didirikan di kawasan ekonomi khusus (KEK), yang juga belum didetailkan lokasinya.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)






























