Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah kemungkinan akan menghadapi guncangan yang cukup besar dalam perdagangan hari ini, menyusul pengumuman tarif Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan upaya negosiasi tarif oleh Pemerintah RI belum membuahkan hasil apapun karena Presiden Donald Trump memastikan Indonesia terkena tarif 32%, tak berubah dibanding pengumuman 2 April lalu.

Sentimen risk off telah menyala, menjalar ke semua pasar sejak kemarin dan kemungkinan berlanjut hari ini dengan serbuan dana global menuju aset yang dianggap aman seperti dolar AS juga mata uang safe haven seperti franc Swiss.

Pengumuman tarif Trump pada 7 Juli nyatanya tak lebih baik daripada 2 April lalu dan akan membuat pasar akan memilih aman. Tarif AS ke beberapa negara bahkan lebih tinggi ketimbang pengumuman April silam.

Rupiah di pasar offshore kemarin sudah ditutup melemah tajam 0,85% di level Rp16.343/US$. Pagi ini, pergerakannya bertahan di Rp16.296/US$.

Dinamika di offshore memberi gambaran bahwa rupiah spot akan mengalami nasib yang sama setelah kemarin mata uang Indonesia ditutup melemah di Rp16.230/US$.

"Kemungkinan besar ada kekhawatiran yang cukup besar di Asia bahwa negosiasi yang telah berlangsung selama 90 hari sejauh ini telah menghasilkan keputusan tarif yang mirip dengan guncangan pada 2 April lalu, bersamaan dengan ancaman tarif tambahan pada barang-barang transshipment dan tarif sektoral," kata InTouch Capital Markets dalam catatannya hari ini, dilansir dari Bloomberg News.

Bank Indonesia diperkirakan akan meningkatkan penjagaan di pasar untuk menahan shock lebih besar akibat tekanan jual di pasar yang menggerus nilai mata uang.

Bukan cuma rupiah, mata uang Asia lain seperti baht dan ringgit di mana Malaysia dan Thailand sama-sama belum mencapai kesepakatan apapun dengan AS, diprediksi akan terjerumus ke zona merah makin dalam.

Pagi ini, indeks dolar AS bergerak di level 97,34 setelah tadi malam ditutup menguat 0,31%. Sementara mata uang Asia pada Selasa pagi terpantau bergerak variatif.

Won menguat kemungkinan karena mendapati besar tarif yang tak berubah. Begitu juga dolar Singapura, yuan offshore serta yen dan baht.

Sedangkan ringgit melemah karena tarif AS yang dikenakan pada negeri jiran itu lebih tinggi ketimbang tarif April lalu. Dolar Hong Kong juga melemah.

Pengumumkan tarif baru Trump untuk 1 Agustus. (Bloomberg)

Tadi malam, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan tarif impor AS dengan beberapa perubahan dibandingkan besar tarif yang diumumkan pada 2 April lalu.

Indonesia tetap terkena 32%, mempertegas upaya negosiasi Pemerintah RI yang digadang selama ini belum membuahkan hasil kendati telah mengajukan penawaran pembebasan tarif impor dari AS hingga hampir 0% untuk lebih dari 1.700 komoditas.

Tingkat tarif yang dikenakan pada RI tersebut tak termasuk tarif sektoral juga barang pengiriman ulang (transshipped). "Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif sebesar 32% kepada Indonesia atas semua produk Indonesia yang dikirim ke AS, terpisah dari semua tarif sektoral. Barang yang dikirim ulang [transshipped] untuk menghindari tarif yang lebih tinggi akan dikenakan tarif yang lebih tinggi," tulis Trump kepada Prabowo dalam suratnya, dikutip Selasa (8/7/2025). 

Trump menggarisbawahi bahwa tidak akan ada tarif jika Indonesia, atau perusahaan-perusahaan di Tanah Air, memutuskan untuk membangun atau memproduksi produk di AS.

Negara tetangga seperti Vietnam berhasil mendapatkan penurunan tarif menjadi 20% dari 46%. Sedangkan Malaysia malah naik tarifnya dari 24% menjadi 25%, bersama Myanmar, juga Laos.

Sementara negara lain seperti Thailand, Afrika Selatan, serta Korea Selatan terkena tarif tetap seperti April lalu, seperti Indonesia.

Tarif baru yang diumumkan Trump pada 7 Juli itu, masih bisa dinegosiasikan sebelum implementasi penuh pada 1 Agustus nanti.

Tambahan tarif

Yang juga akan menjadi sorotan para pelaku pasar adalah potensi Indonesia terkena tarif tambahan yang menjadi ancaman baru oleh Trump bagi negara-negara anggota BRICS.

Tambahan tarif 10% pada negara-negara BRICS, meski masih berupa ancaman sejauh ini, dapat memicu kekhawatiran para investor untuk terlebih dulu keluar dari pasar.

Apabila Indonesia terkena tarif final dari AS sebesar 32%+10%, efeknya tidak bisa dianggap remeh pada perekonomian RI. "Pertumbuhan ekonomi RI bisa di bawah 4,5%," kata Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas.

Pengumuman tarif Trump tadi malam telah memicu aksi jual di pasar surat utang AS ditandai dengan kenaikan tingkat imbal hasil alias yield sebesar 3,4 bps menjadi 4,38% untuk tenor 10 tahun. 

Sedangkan indeks yang mengukur harga obligasi emerging market, ETF Van Eck Local Currency, tergerus 0,6%. Begitu juga iShares EM yang turun hingga 0,5%. 

Ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga AS pada Desember menurun tinggal 50 bps. Hal itu berdampak ke pasar domestik. 

"Kemungkinan BI memangkas suku bunga bulan ini terancam oleh potensi koreksi Rupiah ke rentang Rp16.300-16.400/US$ hari ini, yang tentunya akan mendorong intervensi intens dari BI," kata Lionel.

Adapun yield 10Y SUN dan INDON berpeluang naik ke rentang 6,60-6,65% dan 5,15-5,20%.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren pelemahan di zona merah menuju Rp16.250/US$ terdekat sampai dengan Rp16.300/US$, dengan mencermati support kuat rupiah pada Rp16.310/US$.

Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.300/US$ usai pelemahan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.400/US$.

Sementara trendline sebelumnya pada time frame daily menjadi resistance terdekat potensial pada level Rp16.200/US$. Kemudian, target penguatan lanjutan untuk kembali ke atas level Rp16.160/US$.

Apabila terjadi penguatan optimis hingga Rp16.100/US$ dalam tren jangka pendek maka rupiah berpotensi terus menguat dan uji resistance baru mencapai Rp16.080/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Selasa 8 Juli 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

(rui)

No more pages