Senada, Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) juga mengaku belum mendapatkan sosialisasi apapun ihwal rencana persetujuan RKAB dikembalikan menjadi 1 tahunan tersebut.
“Belum sama sekali [sosialisasi],” kata Plt Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani saat dihubungi.
Gita menuturkan persetujuan RKAB menjadi 1 tahun secara administrasi akan berpengaruh pada perusahaan.
Hal ini karena kepastian untuk RKAB tahun berikutnya perlu menunggu persetujuan pada akhir tahun. Misalnya, untuk RKAB periode 2026, penambang harus mengajukan RKAB pada Desember 2025.
Dia menyebut durasi waktu persetujuan RKAB setiap perusahaan padahal tidak sama, karena persoalan perusahaan tambang batu bara bisa berbeda-beda. Sementara itu, RKAB jika diajukan untuk rentang 3 tahunan, perusahaan lebih memiliki keleluasaan untuk menata perencanaan.
Kronologi
Pertimbangan untuk mengembalikan penerbitan RKAB dari 3 tahunan menjadi 1 tahun sekali itu merupakan usulan dari Komisi XII DPR RI dalam rapat kerja Komisi XII dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Rapat tersebut sejatinya membahas mengenai penetapan asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN tahun 2026.
Akan tetapi, setelah Bahlil menyampaikan asumsi dasar sektor ESDM tersebut, tidak ada satupun anggota dewan yang bertanya. Mereka menyebut telah membahasnya bersama seluruh fraksi.
Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Heriyadi mengusulkan untuk mengubah persetujuan RKAB menjadi 1 tahun. Dia menuturkan setelah RKAB dilaksanakan 3 tahunan, terjadi oversupply.
“Jadi Pak Menteri, keputusan [RKAB 3 tahun] dulu Komisi VII. Setelah kita laksanakan ternyata ada namanya trial and error. Ternyata banyak error-nya. Dahulu diputuskan di ruangan ini juga bersama Pak [mantan Menteri ESDM 2019—2024] Arifin Tasrif. Dahulu melakukan RKAB itu 3 tahun ketika dilakukan ini supply terlalu berlebih,” kata Bambang.
Dia mencontohkan ketika RKAB dilakukan per 3 tahun untuk komoditas bauksit terjadi ketimpangan antara RKAB dan daya serap industri. Dalam kaitan itu, dia menilai harga bauksit di pasar ambruk.
“Kalau enggak salah RKAB-nya sekitar 45 juta ton ya, sedangkan serapannya hanya sekitar 20 juta ton. Terjadi kelebihan yang berlebih yang ibaratnya enggak berimbang. Nah, akhirnya di sinilah harga menjadi tidak bernilai ini barang,” ujarnya.
“Untuk itu, kami Komisi XII meminta untuk Menteri ESDM jika sepakat untuk dikembalikan lagi menjadi RKAB 1 tahun,” tambahnya.
Merespons hal itu, Bahlil merasa sependapat dengan anggota dewan, dia pun mengamini kondisi oversupply disebabkan produksi yang terlalu berlebihan dan tidak mempertimbangkan kebutuhan pasar.
"Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat satu tahun nanti dikirain kita ada main-main lagi. Namun, karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Mulai hari ini, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per [satu] tahun," jawab Bahlil.
Bahlil berharap setelah penerbitan RKAB disetujui menjadi 1 tahun sekali, tidak ada lagi pihak yang 'bermain-main' atau penambang yang melanggar kesepakatan produksi dalam RKAB.
"Enggak boleh lagi ada main-main, supaya apa? Kita jaga harga batu bara dunia, kita juga jaga pendapatan negara dan keuntungan dari perusahaan," ujarnya.
(wdh)































