Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN disebut tengah mempertimbangkan untuk menterminasi proyek pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Tanah Laut, Kalimantan Selatan. 

Perusahaan setrum negara berpendapat proyek pembangkit angin itu telah lama molor dari kesepakatan awal setelah perjanjian jual beli listrik (PJBL) diteken pada 4 Mei 2023. 

PLN menargetkan konstruksi proyek itu bisa dimulai pada awal 2024 untuk bisa beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) tahun ini. 

Hanya saja, konsorsium proyek PT Tata Alam Baru (TAB) belum kunjung meneken financial close sampai saat ini, lewat paruh pertama 2025.

Konsorsium ini dikendalikan oleh PT Bayu Energi Listrik Lestari (BELL) dengan saham 70%, sisanya dipegang oleh PLN Nusantara Renewables, sebagai mitra wajib PLN.

BELL sendiri kongsi antara TotalEnergies Renewables Development Asia Pte. Ltd., afiliasi TotalEnergies SE dengan kepemilikan saham 60% dan PT Adaro Wind Energy, afiliasi dari PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) dengan kepemilikan 40%. 

Proyek dengan nilai investasi mencapai US$120 juta atau sekitar Rp1,94 triliun (asumsi kurs Rp16.177 per dolar AS) itu telah mendapat kepastian PJBL dengan PLN untuk masa kontrak selama 25 tahun. 

Kapasitas terpasang dari PLTB ini mencapai 70 megawatt (MW) dengan instalasi sistem penyimpanan energi berbasis baterai atau battery energy storage system (BESS) berkapasitas 10 megawatt per hour (MWh). 

Proyek ini turut meliputi komponen pemasangan 11 turbin angin, dengan kapasitas masing-masing 6,6 MW. Rencanannya, turbin angin itu akan dipasok dari Envision Energy International Ltd. Sementara itu, baterai penyimpanan akan dipasok dari pabrikan Sungrow Power Supply Co., Ltd.

Komponen besar lainnya di antaranya gardu induk step-up, saluran transmisi udara, pembangunan jetty hingga saluran transmisi bawah tanah. 

Hanya saja, konsorsium yang dipimpin TotalEnergies bersama dengan ADRO itu belakangan mengalami kesulitan untuk meneken keputusan investasi akhir proyek. 

Struktur pemegang saham PT Tata Alam Baru (TAB). (Dokumen PT ERM Indonesia, Mei 2024)

Setelah sempat optimistis untuk PJBL di level US$5,5 sen per killowatt hour (kWh), terendah untuk tarif pembangkit energi baru terbarukan (EBT), belakangan angka ini tidak lagi dianggap layak untuk diadopsi. 

Sumber Bloomberg Technoz yang mengetahui permasalahan ini menuturkan asumsi awal investasi dan pengembangan proyek PLTB Tanah Laut meleset dari proposal yang disampaikan konsorsium. 

Alasannya, menurut sumber, sejumlah biaya dari subkontraktor untuk komponen logistik dan kontruksi makin bengkak akibat keterlambatan esekusi proyek.

Di sisi lain, konsorsium tidak mendapat pinjaman dengan bunga murah dari lender sesuai dengan porsi awal yang dituangkan dalam rencana pengembangan proyek. 

Konsekuensinya, proyek PLTB Tanah Laut dengan tarif PJBL saat ini tidak lagi layak untuk dikembangkan. Malahan, konsorsium belakangan disebut meminta post-bidding untuk merevisi PJBL yang sudah diteken 2023. Hanya saja, menurut sumber, permintaan post-bidding itu sulit dipenuhi PLN. 

“Sehingga mereka mesti mencari pembiayaan komersial, tentu bengkak, supplier wind turbine-nya turun tapi biaya kontruksi dan logistik naik,” kata sumber Bloomberg Technoz dikutip Selasa (1/7/2025). 

Sepanjang paruh pertama 2025, PLN telah melakukan pertemuan dengan konsorsium ihwal jalan keluar terkait dengan kelanjutan proyek PLTB tersebut. Opsi terminasi belakangan muncul selepas konsorsium menganggap biaya proyek ini telah jauh dari hitung-hitungan mereka. 

Kendati demikian, PLN masih berhati-hati untuk mengambil langkah terminasi atas proyek molor ini. Menurut sumber, PLN ikut mempertimbangkan status ADRO sebagai perusahaan nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Terminasi dikhawatirkan akan memengaruhi kontrak kerja sama ADRO bersama dengan PLN, pun dampak kinerja saham di BEI nantinya. 

“Ini masih cari jalan tengah, Adaro sudah angkat tangan dia mau jaminan pelaksanaannya dicairkan, tapi tidak mau di-blacklist, ini kan susah,” tutur sumber. 

Bloomberg Technoz telah mengirim permohonan konfirmasi ihwal kelanjutan proyek PLTB Tanah Laut ini ke kantor pusat TotalEnergies lewat surat elektronik. Hanya saja, permohonan konfirmasi tidak ditanggapi sampai berita ini tayang. 

Sementara itu, Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan ADRO Febriati Nadira mengatakan perseroan saat ini masih berkomunikasi dengan PLN terkait dengan kelanjutan proyek PLTB Tanah Laut. Febriati enggan menanggapi kabar ihwal rencana terminasi kontrak. 

“Saat ini kami masih terus berdiskusi dengan pihak-pihak terkait,” kata Febriati saat dikonfirmasi. 

Adapun, PLN enggan berkomentar terkait dengan kabar perusahaan setrum negara itu ingin mencabut kontrak konsorsium Total-Adaro di proyek PLTB Tanah Laut.

Permohonan konfirmasi telah disampaikan ke Direktur Manajemen Proyek & EBT PLN sebelumnya, Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah dan dan Vice President Komunikasi Korporat PLN Grahita Muhammad.

ESDM Tagih Esekusi Proyek Angin Tanah Laut 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) turut menaruh perhatian pada esekusi proyek PLTB Tanah Laut untuk mengerek kapasitas bauran energi bersih dari sumber angin. 

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyayangkan proyek itu belum juga berjalan sampai saat ini. Padahal, kata Eniya, konsorsium Total-Adaro telah dinyatakan sebagai pemenang lelang sejak 2022. 

“Kalau sudah menang di harga US$5,5 sen kenapa ga dijalanin, kenapa itu di-okekan, kalau masalah finansial harusnya segera dibahas, tetapi katanya sudah tidak ada faktor finansial kenapa lagi itu ditunggu-tunggu,” kata Eniya saat ditemui  di PLTP Ijen, Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (26/6/2025).

Eniya mengatakan bakal memanggil konsorsium untuk mengkaji alasan mangkraknya proyek yang sudah mendapat PJBL dari PLN tersebut. Dia berharap proyek ini bisa menambah jumlah PLTB yang beroperasi di Indonesia. 

“Nanti saya panggil saja,” kata Eniya. 

Komponen proyek dan lokasi PLTB Tanah Laut di Kalimantan Selatan. (Dokumen PT ERM Indonesia, Mei 2024)

Saat ini, Indonesia baru memiliki 2 PLTB yang telah beroperasi komersial di antaranya PLTB Sidrap Tahap I di Sulawesi Selatan dengan kapasitas terpasang 79 MW. 

PLTB itu dikendalikan oleh PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) lewat anak usahanya, PT Barito Wind Energy yang memiliki 99,99% saham PT UPC Sidrap Bayu Energi, operator PLTB Sidrap I. 

Selain itu, BREN turut memiliki saham mayoritas pada PLTB Sidrap II yang masih tahap pengembangan dengan kepemilikan 50,99%. Sisa saham dipegang oleh ACEN Investment HK Limited, anak usaha ACEN Renewables International.

Selain itu, pembangkit angin lainnya yang telah beroperasi komersial adalah PLTB PLTB Tolo 1 Jeneponto di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 72 MW. PLTB Tolo 1 Jeneponto dikendalikan oleh Vena Energy. 

Porsi Bank Dunia di PLTB Tanah Laut 

Bank Dunia lewat International Finance Corporation (IFC) mengajukan pembiayaan lewat sejumlah skema pinjaman atau loan pada proyek PLTB Tanah Laut mencapai sekitar US$82 juta. 

Perinciannya lewat IFC A Loan sebesar US$33,5 juta, IFC B Loan mencapai US$10 juta yang melibatkan partisipasi bank komersial, pinjaman sekitar US$33,5 juta lewat Climate Investment Funds (CIF), Viability Gap Funding (VGF) sebesar US$3 juta dan skema lindung nilai suku bunga atau interest rate swap maksimal US$2 juta, yang dihitung sebagai bagian dari eksposur pinjaman perusahaan. 

Tingkat konsesionalitas (concessionality) dari pembiayaan ini diperkirakan sebesar 14% dari total biaya proyek US$120 juta, yang menjadi bagian dari blended finance co-investments. 

Dalam keterangannya, IFC berpendapat dukungan pendanaan konsesional ini diperlukan lantaran sektor ketenagalistrikan di Indonesia masih didominasi pembangkit fosil berbiaya rendah. 

Belakangan, IFC menyetujui pemberian pinjaman sebesar US$51 juta dan manajemen risiko sebesar US$2 juta untuk proyek PLTB Tanah Laut. Porsi itu lebih rendah dari skema yang sempat diajukan sebesar US$82 juta. 

Kendati demikan, melansir dari laman IFC, status pembiayaan untuk PLTB Tanah Laut sampai saat ini masih belum ditandatangani atau belum memasuki tahap finalisasi.

(naw/wdh)

No more pages