Logo Bloomberg Technoz

 Ia menyebut, seharusnya seluruh pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk menjaga daya saing industri TPT ini. Isu daya saing ini menurutnya memang menjadi ranah pelaku usaha dalam bentuk menghadirkan produk yang efisien, kebaruan teknologi, desain, pemasaran, dan lain sebagainya. Namun ada yang menjadi ranah kebijakan publik, kata dia, khususnya yang terkait kebijakan industri dan perdagangan.

 Menyoal Isu Impor Tekstil

Salah satu isu penting untuk patut dicermati adalah pengelolaan impor TPT yang harusnya berfokus pada menjaga praktek perdagangan yang adil (fair) dan transparan.

Revindo menegaskan sebagai anggota WTO, Indonesia memang tidak bisa menutup diri terhadap perdagangan bebas asalkan selama prakteknya fair, yaitu tidak ada dumping, subsidi terselubung, misklasifikasi produk atau under invoicing.

“Untuk itu kita perlu memperkuat manajemen impor untuk menjamin industri dalam negeri terlindungi dari praktek impor yang ilegal, tidak fair atau tidak transparan. Strategi ini juga lebih murah dibandingkan dengan insentif dan subsidi bagi industri, apalagi di tengah defisit APBN yang dibatasi tidak boleh melampaui Rp 616,3 triliun,” ujarnya.

Ia menambahkan, praktek impor yang tidak sehat sangat memukul perekonomian dari dua sisi. Pertama, kerugian keuangan negara karena hilangnya pemasukan tarif impor. Kedua, kerugian perekonomian karena memukul industri tekstil dan pakaian jadi dalam negeri.

Salah satu titik krusial dalam pengelolaan impor TPT adalah pendataan dan pemeriksaan arus barang masuk. Oleh karenanya, perlu dilakukan penguatan kembali fungsi pabean, dimana barang impor yang keluar dari pelabuhan seharusnya sudah melalui custom clearance sehingga dapat dipastikan kesesuaian klasifikasi tarif dan volume barang.

“Revisi Permendag 8/2024 sebaiknya mengarah ke aspek ini, sehingga kita dapat melindungi industri TPT dalam negeri dari praktek yang tidak fair tanpa menutup diri terhadap perdagangan internasional. Tanpa langkah serius ini, kita khawatir industri TPT akan semakin terpukul, semakin banyak PHK, dan konsumsi melambat, yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan ekonomi,” tutupnya 

Industri TPT sedang sakit

Secara terpisah Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menggambarkan kondisi bisnis pada industri TPT sedang sakit. Penyebabnya, Permendag yang diterbitkan pada tahun lalu itu membuat produk impor, khususnya produk pakaian jadi, semakin masif di Indonesia.

 "Dengan adanya penundaan (revisi Permendag 8/2024) ini maka semakin menguatkan adanya hidden agenda dalam meloloskan barang jadi ke dalam negeri. Ini sangat merugikan pelaku usaha industri TPT," ujarnya, dikutip dalam keterangan resmi, Kamis (26/6/2025)

 Data API mencatat jika dalam dua tahun terakhir terdapatsekitar 60 perusahaan tekstil padat karya yang harus gulung tikar dengan jumlah karyawannya mencapai puluhan ribu.

Tak cuma itu, industri ini  secara karakteristik terbukti dapat menyerap jutaan tenaga kerja di daerah dengan tingkat pendidikan rendah hingga menengah ditunjukkan dari data BPS 2024, latar belakang pendidikan pekerja di industri TPT terbanyak dihuni oleh tamatan SD (23,22%). Selanjutnya diikuti tamatan SMA (21,38%) dan SMP (17,47%).

 Melihat fakta seperti itu, Danang sangat berharap pemerintah dapat memberikan kepastian terhadap revisi Permendag 8/2024. "Dengan semakin lama menunda maka semakin berat buat industri yang pada akhirnya bisa berdampak terhadap peningkatan jumlah PHK," kata Danang.

(ell)

No more pages