Bloomberg Technoz, Jakarta – Harga minyak dunia yang bergejolak akibat tensi geopolitik Iran-Israel dinilai akan berdampak terhadap kondisi keuangan PT Pertamina, selaku importir terbesar minyak di Indonesia, dalam jangka pendek.
"Fiskal Pertamina dalam jangka pendek [bulanan] tentu berdampak, tetapi WP&B atau APBN dalam tingkat negara itu kan menghitungnya rata-rata dalam satu tahun anggaran,” kata Hadi Ismoyo yang juga Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) saat dihubungi, Jumat (20/6/2025).
Bagaimanapun, Hadi berpendapat harga minyak mentah dunia saat ini masih di bawah asumsi APBN 2025 yang dipatok sebesar US$82/barel. Dengan kondisi tersebut, dia berpendapat ketahanan fiskal Pertamina seharusnya masih akan aman.
Pertamina mencetak laba bersih senilai US$3,13 miliar, atau sekitar Rp49,5 triliun pada 2024. Perseroan juga menyumbangkan Rp401,73 triliun kepada negara, dari pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Torehan laba itu ditopang dengan raihan pendapatan sebesar US$75,33 miliar atau setara Rp1.194 triliun, EBITDA senilai US$10,79 miliar atau sekitar Rp171,04 triliun.

Harga Solar
Di sisi lain, Hadi juga belum bisa memprediksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya jenis solar atau diesel/gasoil, yang belakangan mengalami kenaikan di tingkat global.
Dia menyebut ketika harga minyak mentah naik, otomatis harga produk olahan kilang akan naik secara proporsional. Namun, mekanisme kenaikan BBM baik subsidi maupun nonsubsidi harus mendapat persetujuan pemerintah.
Soal harga minyak, Hadi menjelaskan pada hari pertama perang memang ada lonjakan harga minyak dari US69$/barel menjadi US$75/barel atau akan memasuki rentang harga baru antara US$75/barel—US$85$/barel.
Menurutnya, perang Israel-Iran memaksa harga minyak mentah naik signifikan dalam satu hari sekitar 8.6%.
“Namun yang menarik adalah setelah beberapa hari pascaperang, naiknya hanya US$1$/barel. Ini menunjukkan bahwa lonjakan pada perang hari pertama karena market shock saja, setelah itu pasar paham apa yang terjadi dan tetap naik, tetapi slow,” ujarnya.
Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga terus memantau pergerakan harga minyak mentah selepas perang antara Israel dan Iran yang makin memanas.
Namun, perseroan belum dapat memastikan arah harga BBM domestik untuk penjualan bulan depan.
“Kami masih monitor hingga akhir bulan,” kata Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari saat dihubungi.
Brent untuk pengiriman Agustus turun 2,5% menjadi US$76,90/barel pada pukul 10:33 pagi ini di Singapura.
West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus sedikit berubah pada US$73,61/barel dari penutupan hari Rabu. Kontrak bulan depan untuk Juli, yang berakhir pada Jumat, naik menjadi US$75,61/barel.

Dinamika harga minyak akhir-akhir ini ditandai dengan peningkatan volatilitas, opsi beli yang menjadi lebih populer, dan perbedaan harga kontrak berjangka (spread) yang melebar secara signifikan dalam kondisi backwardation (harga di masa depan lebih rendah dari harga saat ini).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor migas turun US$991,5 juta atau 8,27% dipicu oleh berkurangnya impor minyak mentah sebesar US$375,4 juta atau 11,60% dan hasil minyak US$616,1 ribu atau 7,04%.
Nilai impor migas secara year to date atau Januari hingga April sebesar US$10,9 miliar atau turun 15,5% dari sebesar US$11,9 miliar.
Adapun, nilai impor minyak mentah pada April 2025 US$651,7 juta atau turun 22% dari Maret 2025 sebesar US$835,6 juta. Sementara nilai impor hasil minyak sebesar US$1,8 miliar per April 2025 atau turun 18% dibandingkan Maret 2025 sebesar US$2,2 miliar.
Berdasarkan data yang dihimpun S&P Global per Februari 2025, nilai impor gasoil Indonesia naik 39,74% sepanjang 2024 secara tahunan ke level 7,07 juta ton.
Sementara itu, data APBN hingga 31 Mei 2025, realisasi subsidi BBM mencapai 5,8 juta kiloliter (kl). Adapun, belanja pemerintah pusat dari sisi belanja modal menunjukkan lonjakan signifikan pada Mei 2025 menjadi total Rp55,6 triliun. Di antaranya subsidi biodiesel senilai Rp15,8 triliun.
Dari perdagangan solar global, harga bahan bakar itu terus mengalami kenaikan pekan ini didorong kekhawatiran pasokan imbas perang Israel & Iran.
Premi acuan berjangka terhadap minyak mentah di Eropa menembus US$20/barel, kenaikan tajam selama 3 hari berturut-turut, sementara ukuran serupa di Asia ditutup pada level tertinggi dalam hampir setahun, data nilai wajar yang dikumpulkan oleh Bloomberg menunjukkan.
Hal ini menjadi pertanda yang jelas dari kekhawatiran pedagang (trader) tentang potensi gangguan pada ekspor Timur Tengah — sumber pasokan utama untuk pasar produk minyak bumi terbesar di dunia.
“Pecahnya perang telah secara signifikan meningkatkan premi risiko untuk produk-produk utama yang diekspor keluar dari Teluk Persia,” tulis konsultan energi FGE NexantECA dalam sebuah laporan, Rabu (18/6/2025).
“Setelah mengabaikan solar Rusia, Eropa sekarang bergantung pada solar Timur Tengah dan Asia.”
Konflik Israel-Iran dimulai pada saat pasar diesel global sedang ketat. Di Amerika Serikat (AS), stok telah mencapai titik terendah untuk periode tahun ini dalam dua dekade.
(mfd/wdh)