Kemudian, ada juga BMAD untuk produk polyester staple fiber dari India, Tiongkok, dan Taiwan berdasarkan PMK No. 176 Tahun 2022. Jika BMAD atas benang filamen sintetis tertentu tetap diberlakukan, maka akan meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing sektor hilir.
“Sektor industri TPT baik hulu maupun hilir sedang menghadapi tekanan akibat dinamika geoekonomi-politik global, pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat, dan penutupan beberapa industri," tutur dia.
Busan juga menyoroti kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengalami penurunan sebesar 1,1% pada 2024 dari 1,3% pada 2019, terutama akibat dampak pandemi COVID-19.
Adapun, usulan rekomendasi mengenai pengenaan BMAD tersebut diutarakan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), menyusul penyelidikan soal dugaan praktik dumping produk tersebut sejak September 2023 lalu.
Usulan tersebut juga atas rekomendasi dan permohonan dari pelaku usaha meliputi permohonan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) yang mewakili PT Asia Pacific Fibers Tbk. dan PT Indorama Synthetics Tbk.
Produk yang diselidiki mencakup benang filamen sintetis tertentu dengan klasifikasi HS 5402.33.10; 5402.33.90; 5402.46.10; dan 5402.46.90 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI)2022. Produk ini terdiri atas dua jenis yakni partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY).
(ain)































