“Nanti investor baru itu insyallah jadi. Bukan investor, tetapi ini pendanaan. Akan ada pendanaan baru [di PT GNI] pada Juli 2025,” ungakpnya kepada Bloomberg Technoz, Rabu (5/3/2025), tanpa mengelaborasi peruntukan pendanaan yang dimaksud.
Setia juga tidak mendetailkan apakah pendanaan atau investor baru tersebut akan mengartikan bisnis PT GNI di Indonesia sudah tidak akan lagi berada di bawah Jiangsu Delong dari China.
“Ini sedang kami konversi, tetapi yang jelas bisa bilang ini ada manajemen baru yang terlibat lah,” ujarnya.
Setia mengelaborasi bahwa pada 18 Januari 2025, PT GNI melakukan kebijakan pergantian atau serah terima manajemen perusahaan.
“Kebijakan ini memengaruhi pada istilahnya raw material [pasokan bijih nikel], pemilihan raw material, yang mana manajemen yang baru ini konsen untuk memilih material yang memiliki standar lebih baik, lebih tinggi,” ujarnya.
Sejak pergantian manajemen pada awal tahun tersebut, kata Setia, PT GNI memang melakukan pemangkasan produksi menjadi 30%—40% dari kapasitas terpasang smelter mereka, atau dari 25 lini produksi menjadi hanya 12 lini yang terpakai.
“Jadi pure sebenarnya masalah itu bukan kenapa-kenapa, bukan tidak kondusif, bukan apa-apa. Bukan karena relaksasi segala macam, bukan. Namun, memang karena adanya manajemen yang baru sekarang ini lebih selektif intinya untuk pemilihan raw material.”
PT GNI—yang terafiliasi dengan grup konglomerat Jiangsu Delong — awal tahun ini disebut-sebut telah menunda pembayaran pada pemasok sehingga tidak dapat memperoleh bijih nikel untuk diolah smelter-nya.
Gunbuster, yang mampu mengolah 1,8 juta ton bijih kasar nikel per tahun, dikabarkan telah menutup semua kecuali beberapa dari lebih dari 20 jalur produksinya sejak awal tahun.
Selain akibat tekanan harga nikel yang terus turun, bisnis PT GNI dikabarkan terimbas oleh kejatuhan induk usahanya di China, Jiangsu Delong, akibat gagal bayar utang.
Tak hanya PT GNI, Jiangsu Delong juga menjadi investor di balik proyek hilirisasi nikel di Indonesia yang dikelola PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Konawe dan Sulawesi Tenggara.
Kemenko Perekonomian melaporkan OSS, VDNI, dan GNI secara kumulatif telah menggelontorkan investasi senilai US$8 miliar, dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27.000 orang.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, manajemen PT GNI pada akhir Februari mengatakan perusahaan memang sedang menghadapi masa transisi.
Perusahaan pun mengaku menyadari ada kekhawatiran dan ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan oleh karyawan dan pemangku kepentingan.
"Kami memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses transisi ini," papar manajemen PT GNI dalam siaran pers, Selasa (25/2/2025).
Manajemen menegaskan operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa selama perubahan manajemen operasional yang sedang berlangsung di tengah beberapa isu yang berkembang.
Langkah ini diambil guna memperkuat struktur perusahaan dalam menghadapi tantangan industri ke depan.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)
































