Namun, dia memastikan Kemenperin akan mempelajari dugaan penyetopan produksi tersebut lebih dalam, serta hal-hal apa yang menjadi pemicu keputusan raksasa nikel asal China tersebut.
Setia memastikan hingga saat ini Kemenperin belum menerima laporan apapun dari perusahaan-perusahaan smelter, khususnya dari China, yang mengantongi izin usaha industri (IUI) terkait dengan adanya isu gangguan produksi akibat tekanan harga nikel.
“Belum ada report,” katanya.
Perwakilan IMIP tidak memberikan komentar saat dimintai konfirmasi oleh Bloomberg Technoz.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun mengaku belum mendapatkan informasi mengenai dugaan penyetopan sementara sejumlah lini produksi raksasa baja nirkarat China itu di Indonesia.
“Saya belum dapat laporan,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat dimintai konfirmasi.
Adapun, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut kewenangan mengenai operasi produksi Tsingshan di Indonesia berada di Kemenperin.
Namun, Tri tidak khawatir jika benar Tsingshan melakukan penyetopan sementara produksi baja nirkaratnya di Indonesia. Manuver tersebut diyakininya tidak akan berpengaruh pada progres hilirisasi nikel di dalam negeri.
“Sudah sebelum penyetopan itu kan sekarang dari harga [nikel] sudah cukup bagus, bahkan [pasar] dari sisi ore-nya cukup oke lah. Jadi enggak ada pengaruhnya,” kata Tri.
Dilansir Bloomberg, Tsingshan dikabarkan telah menghentikan sementara sejumlah lini produksinya di kawasan IMIP sejak awal Mei guna menjaga harga baja nirkarat di tengah tren pelemahan permintaan dan ketidakpastian perdagangan global akibat perang tarif AS-China.
Informasi itu disampaikan sumber yang mengetahui situasi tersebut kepada Bloomberg, tetapi enggan disebutkan namanya karena tidak berwenang berbicara ke publik.
Adapun, lini produksi yang dihentikan kini masuk masa perawatan, tanpa kejelasan kapan akan kembali beroperasi. Akibatnya, salah satu pabrik penggilingan di kawasan tersebut juga ikut berhenti beroperasi.
Tsingshan belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi Bloomberg.
Di Indonesia, Tsingshan memiliki unit bisnis PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di mana Tsingshan Holding Group Company Ltd menggenggam saham 50% dan Ruipu Technology Group Company Ltd sebesar 20%.
Kemudian, masing-masing 10% dimiliki oleh Tsingtuo Group Co Ltd dan Hanwa Company Ltd, dan investor asal Indonesia, yaitu PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Dalam operasinya, PT ITSS merupakan pemegang IUI yang diterbitkan oleh Kemenperin sejak 2019, dan mendapatkan izin operasi hingga 2049.
Selain ITSS, Tshingsan Group juga memiliki perusahaan lain yakni PT Sulawesi Mining Investment Indonesia, PT Guangqing Nickel Corporations Indonesia, PT Indonesia Ruipu Nichrome, PT Tsingshan Steel Indonesia dan PT Dein Baja Indonesia.
Secara keseluruhan, Tsingshan Group di Kawasan Industri Morowali ini juga mampu menghasilkan baja nirkarat hingga 3 juta ton, nickel pig iron (NPI) 2 juta ton, dan baja karbon 3,5 juta ton per tahun.
Menurut data Macquarie Group Ltd, Tsingshan menyumbang hampir sepertiga dari total produksi baja nirkarat global pada 2024. Investasi Tsingshan di Morowali memang dirancang untuk memanfaatkan posisi strategis Indonesia sebagai penguasa pasar nikel dunia.
Dalam catatan Macquarie pada April, China dan Indonesia menyumbang 71% dari total produksi baja nirkarat dunia.
Namun, perlambatan ekonomi China menekan permintaan domestik, sementara ekspor dari kedua negara kini menghadapi tekanan dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)






























