Logo Bloomberg Technoz

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Shell jelas-jelas merugikan Indonesia karena Lapangan Abadi Blok Masela tidak bisa memulai produksinya sesuai target awal pada 2024. Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar itu akhirnya baru bisa memulai produksinya pada kuartal II/2027.

Adapun, puncak produksi gas yang dihasilkan dari Lapangan Abadi Blok Masela diperkirakan mencapai 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan 150 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).

"Kalau Inpex ini ada kesungguhannya. Namun, kalau Shell ini sudah mundur enggak mau tanggung jawab. Ada apa sih? Seharusnya kalau memang sudah tidak mau, ya bilang saja sudah [tidak mau] kan. Kalau mau mundur ya dari dahulu sebelum ada PoD [plan of developmen/rencana pengembangan]," tegasnya.

Logo Shell Plc (Dok. Bloomberg)

Kekecewaan pemerintah terhadap Shell sebelumnya juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.

Menurutnya, Shell tidak hanya hengkang dari proyek Lapangan Abadi Blok Masela, tetapi juga mengulur negosiasi pengalihan hak partisipasi atau participating interest (PI) ke PT Pertamina (Persero) sebesar 35%.

“[Blok] Masela ini masih progres, tetapi begini [progresnya] itu kan agak lama. Jadi, pemerintah itu kehilangan opportunities-nya. Akhirnya Pak Menteri [Menteri ESDM Arifin Tasrif] menyampaikan kecewa,” katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/5/2023).

Untuk itu, dalam waktu dekat ini pemerintah akan meninjau kembali PoD yang telah disusun operator. Salah satu alasan revisi PoD adalah rencana penerapan teknologi penangkapan karbon (carbon capture) untuk menekan emisi.

Selain itu, Inpex yang memegang kepemilikan hak partisipasi sebesar 65% di Lapangan Abadi Blok Masela juga sempat mengajukan perubahan PoD.

"Kita lihat PoD-nya gimana kok bisa lama sekali.  Soal harga itu urusan bisnis, saya enggak bisa menyatakan, tetapi pemerintah kecewa karena terlalu lama," ujar Tutuka.

(rez/wdh)

No more pages