Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memberikan tanggapan terkait isu mengenai rencana penerimaan suntikan dana dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara melalui keterbukaan informasi yang diunggah Perseroan di situs Bursa Efek Indonesia pada Selasa, 20 Mei 2025.
Direktur Utama Garuda, Wamildan Tsani, menyatakan bahwa isu terkait penerimaan dana dari badan investasi negara tersebut merupakan bagian dari kebijakan dan strategi pemegang saham utama. Menurutnya, keputusan tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah, yang saat ini menguasai sekitar 65% saham perusahaan pelat merah tersebut.
“Menanggapi pemberitaan mengenai penjajakan aksi korporasi terhadap Garuda Indonesia oleh Danantara Indonesia, dapat kami sampaikan bahwa pada prinsipnya kebijakan dan strategi atas aksi korporasi tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pemegang saham serta para pemangku kepentingan terkait,” tulis Wamildan dalam keterbukaan informasi, Selasa (20/5/2025).
Dalam penjelasan tersebut, Wamildan tidak mengkonfirmasi dengan jelas apakah benar Garuda akan menerima suntikan dana dari Danantara. Wamildan juga tidak mengungkap berapa besaran yang akan diterima Garuda melalui Danantara.
“Garuda Indonesia secara berkala berkoordinasi dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait lainnya, sambil tetap berfokus untuk memastikan Perusahaan berjalan on the track sesuai dengan strategi kinerja Perusahaan,” tulisnya.
Mengutip Bloomberg, Danantara tengah melakukan proses pembicaraan awal mengenai suntikan dana ke Garuda Indonesia. Belum ada kesepakatan yang dicapai, bahkan pembicaraan mengenai nilai suntikan dana yang akan disalurkan pun masih berlangsung.
Suntikan dana tersebut dilakukan setelah Garuda mencatatkan kerugian tahun lalu, usai dua tahun berturut-turut membukukan keuntungan seiring lonjakan jumlah penumpang pasca Covid.
Penunjukan CEO baru, Wamildan Tsani Panjaitan, pada akhir 2024 juga membawa misi untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan dan melakukan ekspansi ke jaringan internasional.
Permasalahan keuangan perusahaan tampak dari setidaknya 15 pesawat yang tidak dapat beroperasi akibat kesulitan pembayaran maintenance pesawat. Hal ini dikonfirmasi oleh pihak yang mengetahui hal tersebut awal bulan ini. Terdapat beberapa supplier yang meminta pembayaran lebih awal akibat kekhawatiran situasi keuangan Garuda.
Pada Desember 2024, Garuda memiliki utang sebesar US$1,4 miliar atau sekitar Rp22,9 triliun (dengan kurs Rp16.406/US$) melebihi asetnya. Menurut beberapa analis utang tersebut harus dilunasi secepatnya agar Garuda dapat beroperasi dapat berjalan dengan normal.
Garuda juga pernah melakukan restrukturisasi utang pada Desember 2022, sesuai dengan keputusan pengadilan pada Juni 2022. Total sebesar US$9,6 miliar restrukturisasi yang diperbolehkan saat itu.
(ell)