Menurut Said, situasi seperti itu bakal berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Padahal, selama ini pendapatan negara merupakan pilar penting untuk memastikan penganggaran berbagai program strategis, termasuk untuk pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo pada tahun depan yang sangat besar.
"Oleh sebab itu pemerintah perlu memikirkan target pendapatan negara yang realistis dan optimistis. Untuk itu diperlukan kebijakan ekstensifikasi perpajakan, setidaknya dari sisi cukai, tarif mineral dan batu bara, serta sektor digital," ujarnya.
Said mengatakan, penerapan sistem administrasi perpajakan Coretax sebagai strategi untuk membangun administrasi perpajakan yang handal pada tahun depan harus mempertimbangkan kesiapan literasi wajib pajak, dan memastikan kesiapan dan keamanan sistem.
Ketiga, program ketahanan pangan dan energi. Menurutnya, hal tersebut telah dicanangkan sejak lama, tetapi akselerasinya kurang begitu cepat. Sehingga, pemerintah masih harus melakukan impor sejumlah bahan pangan pokok dan komoditas energi, yang nilainya sangat besar.
Menurut Said, salah satu agenda penting yang kurang berjalan maksimal dari program ketahanan pangan adalah redistribusi lahan. Pemerintah dinilai perlu melanjutkan program redistribusi lahan 4,5 juta hektare (ha) untuk petani dan perkebunan rakyat, menyiapkan tenaga kerja terampil pedesaan untuk pengelolaan redistribusi lahan, dan dukungan teknologi terapan pada sektor pertanian yang termutakhir untuk mendorong efisiensi produksi.
Said menggarisbawahi nasib yang sama juga terjadi pada program ketahanan energi. Program pembangunan lima kilang minyak bumi perlu dilanjutkan, termasuk kilang petrokimia di Tuban yang tersendat, sebagai strategi untuk menambah kapasitas pengolahan minyak nasional agar tidak bergantung pada impor.
Di sisi lain, kontribusi program Energi Baru dan Tebarukan (EBT) perlu ditingkatkan dalam produksi dan konsumsi energi nasional, serta memperbaiki ketidaksesuaian energi nasional dari sisi produksi, konsumsi, dan kemampuan energi nasional.
Keempat, pelemahan pada sektor industri. Padahal, Said mengatakan, sektor tersebut yang menampung tenaga kerja formal dari kelompok kelas menengah.
Perkembangan yang minim dari sektor industri dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi membuat kelas menengah tergerus dan turun kelas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan kelas menengah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang turun kasta dari kelas menengah.
"Pemerintah perlu merevitalisasi sektor industri dengan menyiapkan ekosistem industri yang menopangnya seperti tenaga kerja, dukungan pendanaan, riset dan pengembangan teknologi, serta dukungan fiskal. Lebih dari itu pemerintah perlu menjadikan kekayaan sumber daya alam sebagai bahan baku penopang produk produk industri dalam negeri untuk menghasilkan produk manufaktur yang memenuhi rantai pasok global," ujarnya.
Selain itu, pemerintah perlu menghentikan hengkangnya industri di dalam negeri, dan memilih lokasi produksi baru di luar negeri.
Terakhir, dengan 8 program strategis yang dicanangkan pada 2026, harusnya pemerintah bisa lebih progresif dalam pencapaian target penurunan pengangguran.
Pada akhir 2024 tingkat pengangguran adalah 4,76%, sedangkan gini ratio 0,381. Namun, target pengangguran dalam KEM-PPKF adalah 4,44 - 4,96%, dan gini ratio 0,377-0,380. Menurutnya, angka ini menunjukkan tidak ada target yang baik untuk menambah lapangan kerja bagi para pengangguran dan pengurangan kesenjangan sosial.
Berikut Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam KEM-PPKF 2026:
1. Pertumbuhan ekonomi: 5,2%-5,8%
2. Suku Bunga Surat Berharga Negara 10 Tahun: 6,6%-7,2%
3. Nilai tukar: Rp16.500-Rp16.900/US$
4. Inflasi: 1,5%-3,5%
5. Harga minyak mentah Indonesia/Indonesia Crude Oil Price (ICP): US$60-US$80/barel
6. Lifting minyak mentah: 600-605 ribu barel per hari (rbph)
7. Lifting gas bumi: 953-1.017 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph)
8. Tingkat pengangguran terbuka: 4,44%-4,96%
9. Rasio gini: 0,377-0,380
10. Tingkat kemiskinan ekstrem: 0%
11. Tingkat kemiskinan: 6,5%-7,5%
12. Indeks modal manusia: 0,57
(lav)






























