Bunga Acuan BI7DRR Paling Cepat Dipangkas Tahun Depan
Ruisa Khoiriyah
26 May 2023 10:10

Bloomberg Technoz, Jakarta - Berbagai sinyal perlambatan yang tercermin dari beberapa data perekonomian domestik belum menggoyahkan bank sentral untuk berbalik arah memangkas bunga demi menstimulasi pertumbuhan domestik yang mulai kendur. Masih tingginya ketidakpastian global menyusul arah bunga acuan Federal Reserve, bank sentral Amerika (AS) dan isu batas pagu utang (debt ceiling), membuat Bank Indonesia (BI) memilih memfokuskan amunisi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Bunga acuan BI7DRR kembali ditahan untuk lima kali berturut-turut bulan ini. Dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung Kamis (25/5/2023), bank sentral melontar sinyal lebih tegas bahwa bunga acuan domestik masih akan ditahan di level saat ini, kemungkinan hingga akhir tahun, menyusul masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global yang berisiko menggoyang stabilitas nilai tukar rupiah.
“Yang menjadi isu adalah ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih berlanjut. Sehingga fokusnya adalah stabilisasi rupiah supaya imported inflation tetap rendah dan dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan bisa dimitigasi,” jelas Perry Warjiyo, Gubernur BI, yang baru saja dilantik untuk periode kedua kepemimpinan di MH Thamrin.

Pasar keuangan global saat ini memang masih dibayangi ketidakpastian arah puncak bunga acuan Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS). BI melihat puncak bunga Fed Fund Rate sudah tercapai saat ini di 5,25% dengan kemungkinan kenaikan pada Juni nanti terbilang kecil. Akan tetapi bila melihat inflasi di negeri paman sam yang masih keras kepala, BI melihat Fed belum akan pivot akhir tahun ini sebagaimana ekspektasi mayoritas pelaku pasar.
Isu debt ceiling atau batas pagu utang AS juga memberi bobot tekanan lebih besar pada ketidakpastian pasar global meski secara historis akan ada ujung kompromi di detik-detik akhir. Akan tetapi sebelum itu dicapai, setidaknya sampai bulan depan, turbulensi pasar masih akan tinggi.
Baca Juga
“Kami melihat ada anomali di mana FFR sudah sudah naik, ada [polemik] debt ceiling, indeks dolar AS masih kuat, tekanan depresiasi nilai tukar terjadi di seluruh dunia di mana euro melemah, mata uang dunia melemah [terhadap dolar AS],” jelas Perry.
Ekonom Bahana Satria Sambijantoro menilai, pendekatan BI yang berhati-hati kali ini dalam memutuskan bunga acuan, mencerminkan pergeseran fokus bank sentral ke arah pertumbuhan dan ketidakpastian prospek bunga global. "Meskipun inflasi terkendali, bank sentral tidak memberikan panduan yang jelas tentang suku bunga karena meningkatnya kekhawatiran tentang situasi ekonomi domestik dan volatilitas di pasar keuangan global," kata analis yang masih mempertahankan prediksi bahwa BI7DRR berpeluang naik ke 6% sebelum tahun ini berakhir, menyusul Fed rate yang diperkirakan bakal higher for longer.
Sebaliknya, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai, BI7DRR sudah tidak berpeluang naik di sisa tahun ini. Hal itu juga sudah ditegaskan secara gamblang oleh Perry menyusul inflasi domestik yang turun lebih cepat dan lebih rendah ketimbang perkiraan. Akan halnya peluang pemangkasan, melihat perkembangan terakhir hal itu terbilang kecil. "Kami masih melihat ruang pemangkasan bunga acuan baru akan terbuka pada kuartal 1-2024," kata Faisal.
Fokus ke rupiah
Rupiah mengalami pelemahan selama tujuh hari dari sembilan hari perdagangan terakhir sebesar 0,4%. Hari ini USD/IDR ditutup di level Rp14.950/US$ di pasar spot. Meski begitu, "BI memprakirakan penguatan rupiah berlanjut ditopang surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," papar Perry.
Bila menilik dari awal April, nilai tukar rupiah memang masih menguat 0,62% hingga 24 Mei lalu. Sedangkan sejak awal tahun, penguatan rupiah tercatat 4,48%, mengindikasikan penurunan return lebih dari 1% dari bulan lalu.
Selain faktor eksternal yang membuat BI memilih fokus menstabilkan nilai tukar rupiah alih-alih pivot demi mendorong pertumbuhan ekonomi, sejatinya dari sisi inflasi juga masih belum memberi peluang penurunan bunga acuan. Inflasi inti sudah terjangkar di kisaran target bank sentral, akan tetapi inflasi IHK diperkirakan baru berhasil dijinakkan pada kuartal III-2023.
Dengan demikian, menahan bunga acuan sampai akhir tahun menjadi pilihan terbaik demi membantu stabilitas nilai tukar, juga mengendalikan imported inflation serta mengantisipasi dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan global.
(rui/roy)