"Sudah ada BPJS Kesehatan, lalu untuk apa asuransi swasta? Jadi double (ganda) dan tidak ada manfaatnya," tegasnya.
Selain tidak diperlukan, asuransi MBG disinyalir akan memperparah beban anggaran pemerintah dari sisi premi. Sebab, dana yang akan dikeluarkan APBN semakin bertambah.
"Selain itu Khawatir manfaat MBG yang diterima oleh siswa berkurang, karena ada tambahan premi asuransi. Oleh karena itu wacana ini harus ditolak," pungkasnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan asosiasi industri seperti Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sedang menyusun proposal mengenai potensi dukungan dari industri asuransi terhadap program pemerintah, termasuk MBG.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, asosiasi telah mengidentifikasi berbagai risiko yang berpotensi dihadapi, baik dalam penyediaan bahan baku, pengolahan, distribusi, dan konsumen dalam penyelenggaraan MBG.
"Dalam mendorong penetrasi di industri asuransi, salah satu kebijakan OJK adalah mendorong industri asuransi untuk berperan aktif dalam mendukung program pemerintah," ujar Ogi dalam konferensi pers RDK OJK, Jumat (9/5/2025).
Selain itu, Ogi mengatakan asosiasi juga telah mengidentifikasi beberapa risiko yang berpotensi didukung oleh asuransi, yaitu risiko keracunan (food poisoning) bagi para penerima MBG anak sekolah, balita, ibu hamil dan menyusui.
Kemudian risiko kecelakaan untuk para pihak yang menyelenggarakan MBG, seperti Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPP-I), maupun risiko terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Tentunya nanti kita akan membicarakan masalah besarnya, pertanggungan atau santunan yang diberikan dan premi yang harus dibayarkan," jelas Ogi.
(lav)