"Jadi, atas masukan masyarakat kita suspend, mereka nanti akan diberikan hak menjawab, dipanggil oleh Dirjen Pengawasan Ruang Digital. Karena banyak masukan dari masyarakat, kita suspend terlebih dahulu," jelas Meutya.
"[Pemanggilan] Dalam waktu singkat, Pak Dirjen [Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi Alexander Sabar] yang tahu persisnya," sambungnya.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar memperkuat pernyataan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa dua entitas lokal yang terlibat—PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara—belum memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE), dan aktivitas mereka akan diperiksa.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat," kata dia. Kemudian "layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara."
Worldcoin dan WorldID merupakan proyek identitas digital global yang digagas oleh Sam Altman dengan menawarkan imbalan dalam bentuk token kepada warga yang bersedia memindai iris mata mereka. Di Indonesia, imbalan ini disebut mencapai ratusan ribu rupiah. Namun, sistem ini memicu kekhawatiran akan risiko kebocoran data biometrik.
Langkah Indonesia ini turut sejalan dengan kebijakan sejumlah negara. Hong Kong, Spanyol, hingga Kenya bahkan telah lebih dulu membatasi atau menghentikan aktivitas serupa dengan alasan perlindungan data pribadi.
Pasalnya, data semacam ini bersifat unik dan permanen—jika sampai bocor atau disalahgunakan, tidak ada cara untuk menggantinya seperti mengganti kata sandi.
Dalam putusan oleh badan otoritas di Hong Kong, Privacy Commissioner for Personal Data (PCPD) menyampaikan bahwa proyek scan bola mata bertentangan dengan undang-undang privasi data, dilansir dari pernyataan resmi mereka.
Di Spanyol, otoritas perlindungan data atau Agencia Española de Protección de Datos (AEPD) bahkan memerintahkan Worldcoin untuk menghentikan seluruh kegiatan pengumpulan dan pemrosesan data pribadi, termasuk data iris mata, yang menjadi inti dari sistem verifikasi identitas WorldID.
Otoritas Pasar Modal Kenya juga pernah mengatakan bahwa produk Worldcoin tidak diatur di negara tersebut. Pejabat menyarankan warganya "waspada terhadap potensi penipuan yang mungkin muncul di pasar token kripto yang dijual bebas," menurut pernyataan yang dikirim melalui email pada Rabu, dikutip dari Bloomberg News.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dave Laksono menyatakan pihaknya mendukung upaya atau langkah Kementerian Komdigi.
"Saya rasa memang sudah tepat karena pengumpulan data-data tersebut oleh pihak swasta apalagi pihak asing, itu tidak ada aturannya. Ke depannya maka itu sebaiknya diciptakan regulasi dan bila mana dipandang perlu kita buat undang-undang untuk pengaturan hal tersebut," terang Dave saat ditemui di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Senin.
(prc/ros)
































