Dewan Kelistrikan China memperkirakan kapasitas nuklir negara tersebut akan mencapai 65 gigawatt pada akhir tahun 2025, meningkat dari kurang dari 60 gigawatt pada tahun lalu. Asosiasi Energi Nuklir China dalam laporannya yang diterbitkan pada hari Minggu memproyeksikan bahwa pada tahun 2040, armada nuklir negara ini akan mencapai 200 gigawatt dan menyumbang sekitar 10% dari total produksi listrik.
Kunci keberhasilan rencana ambisius ini adalah menjaga kedisiplinan biaya. Harga per unit sebesar US$2,7 miliar (sekitar Rp46 triliun) untuk masing-masing dari 10 reaktor yang direncanakan sangat kontras dengan proyek-proyek serupa di AS dan Eropa yang seringkali dilanda penundaan dan pembengkakan biaya. Di Inggris, dua reaktor yang sedang dibangun di Hinkley Point C diperkirakan menelan biaya gabungan 47,9 miliar pound sterling (sekitar Rp1.072 triliun).
China diuntungkan oleh sistem yang dikelola negara, yang memberikan pengembang proyek akses ke pinjaman dengan suku bunga rendah. Ini merupakan penghematan signifikan mengingat sebagian besar biaya pembangkit listrik tenaga nuklir adalah biaya konstruksi awal. Selain itu, keberlanjutan proyek-proyek yang ada memungkinkan rantai pasokan menjadi lebih matang dan kru konstruksi mendapatkan pengalaman, sehingga mengurangi risiko penundaan yang mahal.
(bbn)


































