Kontrak rupiah Nondeliverable Forward (NDF) pada penutupan pekan lalu ditutup menguat di level Rp16.866/US$. Sementara pagi ini, rupiah NDF di pasar Singapura dibuka makin menguat di Rp16.857/US$.
Level pergerakan rupiah forward itu tidak terlalu berjarak dengan posisi penutupan rupiah spot pekan lalu di Rp16.825/US$. Hal itu mengindikasikan kendati mungkin nanti ada tekanan, kemungkinan pelemahan rupiah akan cenderung terbatas dengan sempitnya selisih dengan rupiah forward.
Secara teknikal nilai rupiah memiliki target penguatan menuju level Rp16.800/US$ yang menjadi resistance terdekat, serta target kedua akan melaju ke Rp16.740/US$.
Apabila kembali menembus kedua resistance tersebut dalam sepekan perdagangan ke depan, rupiah berpotensi menguat lanjutan dengan menuju Rp16.700/US$ sebagai resistance paling potensial.
Jika nilai rupiah terjadi pelemahan hari ini, support menarik dicermati ada pada level Rp16.850/US$ dan selanjutnya Rp16.900/US$ hingga Rp17.000/US$ terkuat.
Asing hengkang
Rupiah masih menghadapi sentimen negatif dari terus keluarnya dana asing dari pasar domestik. Pada pekan pendek lalu, asing menggenapi nilai net sell di bursa saham sepanjang 2025 mencapai lebih dari Rp50 triliun.
Sementara di pasar surat utang, pemodal asing juga memperpanjang periode jual Surat Berharga Negara (SBN) selama enam hari perdagangan beruntun. Nilai penjualan selama bulan ini hingga data 16 April lalu telah mencapai Rp7,2 triliun.
Akan tetapi, bila menghitung secara point-to-point sepanjang tahun ini (year-to-date), asing masih mencatat net buy di SBN senilai Rp9,63 triliun.
Lanskap global masih diliputi ketidakpastian terutama menyangkut sering berubahnya pernyataan Presiden AS Donald Trump, ditambah penegasan posisi Federal Reserve, bank sentral AS, serta perkembangan respon Tiongkok dan kondisi perekonomian mereka.
Dalam berita akhir pekan, Gubernur Federal Reserve (The Fed) Bank of Chicago Austan Goolsbee memperingatkan terhadap upaya untuk membatasi independensi bank sentral, beberapa hari setelah Trump menyatakan ketidaksenangannya terhadap Gubernur The Fed Jerome Powell.
"Ada suara bulat di antara para ekonom bahwa independensi moneter dari campur tangan politik—bahwa The Fed atau bank sentral mana pun mampu melakukan pekerjaan yang harus dilakukannya—benar-benar penting," kata Goolsbee dalam acara CBS's Face the Nation, Minggu.
Di Asia, minggu ini dimulai dengan China yang akan melaporkan suku bunga pinjaman pada Senin, di mana para ekonom memprediksi hasil yang stabil. Di tempat lain, Indonesia menerbitkan data perdagangan untuk Maret, sementara Filipina mungkin akan membukukan surplus neraca pembayaran untuk Maret.
Adapun dari dalam negeri, hari ini akan ada rilis data kinerja ekspor dan impor Indonesia untuk bulan Maret oleh Badan Pusat Statistik siang nanti. Para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan ekspor RI akan terkontraksi hingga 2,4% pada Maret, setelah pada Februari naik 14,05%.
Sementara kinerja impor diperkirakan naik 6% pada bulan lalu, setelah pada Februari hanya tumbuh 2,3%. Alhasil, nilai surplus dagang RI pada Maret diperkirakan turun menjadi US$ 2,86 miliar dari tadinya mencapai US$ 3,11 miliar.
Bila kinerja dagang RI yang diumumkan nanti melampaui ekspektasi pasar dengan, misalnya, nilai surplus dagang lebih besar ketimbang perkiraan, rupiah bisa mendapatkan katalis positif yang dapat mendorong penguatan.
Demikian sebaliknya. Bila data neraca dagang mengecewakan, terlebih bila nilai surplus dagang melanjutkan penurunan setelah pada Februari turun 10,7%.
(rui)





























