Oleh karena itu, lanjut Frankel, transparansi bukan hanya sekadar formalitas, melainkan menjadi fondasi dari kebijakan yang dapat dijalankan secara kolaboratif.
Sekadar catatan, sebelumnya perwakilan Meta Platfroms Inc. sempat mengkritisi kebijakan pembatasan usia media sosial yang kala itu tengah dirancang oleh pemerintah Indonesia, di mana dalam pertemuan Meta dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, Wakil Presiden Kebijakan Publik Meta untuk Asia-Pasifik Simon Milner menekankan pentingnya transparansi dalam penyusunan regulasi tersebut.
"Meta mendukung regulasi terkait keselamatan remaja di dunia daring, namun membatasi akses terhadap teknologi bagi jutaan remaja di Indonesia bukan solusi yang tepat," kata Milner dalam pernyataan tertulisnya, dikutip Kamis (13/3/2025).
Verifikasi Usia Lewat App Store Dinilai Lebih Efektif
Di sisi lain, Frankel dan Antigone Davis, Vice President & Global Head of Safety Meta, juga menyarankan agar mekanisme verifikasi usia dan persetujuan orang tua dilakukan di tingkat sistem operasi atau toko aplikasi.
"Saat ini, aplikasi-aplikasi tersebut tersedia di ponsel, melalui toko aplikasi. Seseorang, yang masih di bawah umur, memiliki akses ke sekitar 1,5 juta hingga 2 juta aplikasi, dan rata-rata, seorang remaja mungkin menggunakan 40 aplikasi," kata Davis.
"Tidak ada cara bagi regulator atau orang tua untuk mengetahui semua 1,5 juta aplikasi tersebut. Namun, jika kita melakukan verifikasi usia dan proses persetujuan orang tua di toko aplikasi, maka kita dapat memastikan bahwa aplikasi apa pun yang digunakan remaja, akan ada usia terverifikasi yang dibagikan dengan aplikasi tersebut, dan akan ada proses persetujuan orang tua," Davis menambahkan.
Adapun Menkomdigi Meutya Hafid belum lama ini menegaskan bahwa PP No 17/2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak tidak bertujuan melarang anak-anak mengakses internet, melainkan membimbing mereka untuk dapat mengenal teknologi secara aman dan bertanggung jawab.
Ia juga menjelaskan jika pendekatan yang digunakan dalam PP ini bersifat bertahap, layaknya proses belajar mengendarai sepeda—dimulai dengan roda bantu sebagai pendukung, di mana terdapat keterlibatan anak-anak dalam proses pembentukan PP Tunas yang disebutnya sangat signifikan, yakni mendengarkan pendapat dari 350 anak.
"Ini merupakan komitmen kami bahwa aturan mengenai anak harus mengikutsertakan anak dalam prosesnya," ungkap Menkomdigi, Meutya Hafid, dalam keterangannya untuk acara Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas di Universitas Udayana (Unud), Bali, dikutip Selasa (15/4/2025).
Lebih lanjut, Meutya menyoroti pentingnya perlindungan anak di ruang digital. Berdasarkan data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), selama empat tahun terakhir terdapat 5.566.015 laporan kasus pornografi anak dari Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah laporan tertinggi keempat di dunia dan kedua di kawasan ASEAN.
Selain itu, 48% anak-anak Indonesia mengalami perundungan online, dan sekitar 80.000 anak di bawah 10 tahun terpapar judi online. "Data ini bukan sekadar angka, ini merupakan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak di Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak anak-anak kita," tegasnya.
Dengan demikian, PP Tunas disebut menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam melindungi generasi muda. Peraturan ini mengatur kewajiban para Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)—seperti platform media sosial, permainan daring, situs web, dan layanan keuangan digital—untuk melaksanakan literasi digital dan melarang praktik profiling terhadap anak-anak untuk tujuan komersial.
Akun Digital Remaja
Davis memaparkan bahwa Meta menyatakan komitmen atas keamanan digital sebagai prioritas utama, khususnya dalam menciptakan lingkungan daring yang aman dan positif bagi remaja.
Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk investasi global, termasuk di Indonesia, melalui kerja sama dengan berbagai mitra lokal. Meta, disebut Davis, secara aktif membangun kebijakan, perangkat, dan dukungan yang relevan guna memahami serta mengatasi risiko keselamatan dan kesejahteraan anak di bawah umur dalam ruang digital.
Lebih jauh, keamanan digital bukanlah pekerjaan yang pernah benar-benar selesai. Oleh karena itu, Meta klaim akan terus menyesuaikan aplikasi mereka dengan perkembangan teknologi dan perubahan ekosistem digital. Terlebih terhadap perlindungan remaja yang terus menerus dikembangkan dan diperluas.
Salah satu inovasi utama Meta adalah peluncuran akun remaja, yang kini tersedia di Instagram dan akan diperluas ke Facebook dan WhatsApp Messenger. Akun ini dirancang khusus untuk memberikan kontrol lebih besar kepada orang tua dan membatasi paparan konten yang tidak sesuai bagi pengguna di bawah umur.
Akun remaja secara otomatis akan diatur ke mode pribadi, dilengkapi pembatasan pengiriman pesan, kontrol konten yang ketat, serta fitur pembatasan notifikasi pada malam hari. Fitur-fitur ini dirancang berdasarkan kekhawatiran utama orang tua: dengan siapa anak mereka berinteraksi, jenis konten yang dikonsumsi, serta durasi penggunaan aplikasi.
Meta juga menonaktifkan fitur live streaming bagi pengguna remaja di Instagram dan menyaring gambar berunsur pornografi melalui filter otomatis yang aktif untuk pengguna di bawah 18 tahun.
"Kami juga memiliki teknologi yang dirancang untuk menemukan konten [pornografi] tersebut dan memblokir anak muda agar tidak melihat konten tersebut, dan jika konten tersebut melanggar kebijakan kami, kami akan menghapusnya dari platform," tutur Davis.
Platform milik Mark Zuckerberg ini juga menerapkan kontrol konten sensitif yang dirancang khusus untuk remaja. Tugasnya memblokir konten yang mungkin tidak secara eksplisit melanggar kebijakan, tetapi dianggap tidak pantas berdasarkan panduan para ahli dan masukan dari orang tua.
(wep)
































