Sampai akhir 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia terhadap AS surplus US$14,34 miliar, bergerak naik dari posisi tahun sebelumnya dengan surplus US$11,97 miliar.
“Kalau ini aja kita geser [impor migas], maka neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi. Neraca kita seimbang, ini yang kita akan lakukan,” kata Bahlil.
Menurut data BPS, impor migas Indonesia sepanjang 2024 mencapai US$36,27 miliar. Postur impor itu berasal dari pembelian minyak mentah senilai US$10 dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.
Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai mencapai US$3,78 miliar. Porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton, dengan nilai impor US$2,03 miliar.
Selain AS, Indonesia mengimpor LPG dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi hingga Algeria.
Di sisi lain, kuota impor minyak mentah Indonesia dari AS terbilang kecil dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2024. Indonesia mengimpor minyak mentah dari AS sekitar US$430,9 juta pada periode tersebut.
Sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Autralia. Sementara itu, impor bahan bakar minyak (BBM) kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.
Bahlil mengatakan kementeriannya saat ini tengah mengkaji ihwal nilai keeknomian saat mengerek kuota impor migas dari AS.
“Logikanya, seharusnya lebih mahal [impor dari AS] karena transportasinya. Akan tetapi, buktinya harga LPG dari Amerika Serikat sama dengan dari Timur Tengah,” kata dia.
(mfd/naw)






























