Untuk nikel dan tembaga, dia berpandangan rencana kenaikan tarif royalti akan meningkatkan ongkos produksi, sehingga berisiko memicu terjadinya pemangkasan produksi kedua komoditas tersebut.
Rencana penyesuaian iuran royalti juga bisa berdampak pada penundaan ekspansi sehingga dapat mengurangi daya saing industri pertambangan nikel dan tembaga nasional.
Menurut Oktavianus, jika melihat potensi produksi nikel yang dapat menurun, ada kemungkinan harga komoditas tersebut juga bisa terkerek di tingkat global seiring dengan persediaan dari Indonesia yang berkurang.
“Pada 2024 Indonesia memproduksi bijih nikel mencapai 298 juta ton atau 1,6 juta ton nikel murni yang setara 50% produksi global, sehingga suplai dari Indonesia akan memengaruhi harga nikel global,” jelasnya.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung membantah pemerintah sengaja berencana menaikkan tarif royalti di tengah harga komoditas minerba yang tengah terpuruk. Menurutnya, turun naiknya harga komoditas merupakan hal yang biasa dalam mekanisme pasar.
“Ini kan umumnya komoditas itu harganya juga ini fluktuatif ya, tergantung kepada permintaan pasar. Jadi kalau ini permintaan pasar lagi melemah, sudah pasti itu harga ini terjadi penurunan,” ujarnya ditemui di kantor Kementerian ESDM, Rabu (12/3/3025).
Pemerintah, lanjutnya, akan tetap memperhatikan sejumlah aktivitas pengusaha sektor minerba ketika rencana penyesuaian tarif tersebut diimplementasikan. Secara bersamaan, setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tetap menjadi prioritas utama.
Berikut rencana kenaikan tarif iuran royalti terhadap sejumlah komoditas minerba yang diusulkan Kementerian ESDM:
1. Batu bara
Tarif royalti diusulkan naik 1% untuk harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90/ton sampai tarif maksimum 13,5%. Sementara tarif izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.
2. Nikel
Pemerintah mengusulkan tarif progresif naik mulai 14%—19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya berlaku single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%.
3. Nickel matte
Tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% menyesuaikan HMA sementara windfall profit dihapus. Sebelumnya berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1%.
4. Feronikel
Tarif progresif akan naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%.
5. Nickel pig iron
Tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff sebesar 5%.
6. Bijih tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 10%—17% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 5%.
7. Konsentrat tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 7%—10% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
8. Katoda tembaga
Tarif progresif akan mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
9. Emas
Tarif progresif akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA.
10. Perak
Tarif royalti akan naik sebesar 5% dari sebelumnya 3,25%.
11. Platina
Tarif royalti akan naik 3,75% dari sebelumnya hanya 2%.
12. Logam timah
Tarif royalti naik mulai 3%—10% menyesuaikan harga jual timah dari sebelumnya single tariff sebesar 3%.
(wdh)































