Urgensi menaikkan produksi minyak mentah domestik makin tinggi setelah pemerintah menyatakan bakal mewajibkan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) untuk menyerap hasil produksi minyak mentah dalam negeri.
Selama ini, kata Moshe, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebenarnya sudah menyerap sekitar 80%—90% minyak mentah dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk diolah di dalam negeri.
Menurut Moshe, hanya sebagian kecil minyak mentah produksi lokal saja yang diekspor; biasanya saat kapasitas kilang milik Pertamina sudah tidak bisa menyerap lagi.
“Jadi selama ini memang sudah diserap. Mayoritas, sekitar 80%—90%, memang sudah dipakai untuk kilang [Pertamina]. Hal yang menjadi masalah, di dua sisi harus dinaikkan. Jadi misalnya Pertamina mau menyerap, ya berarti kan produksi [di hulu] harus naik dahulu dong.”
Menurut catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), rata-rata produksi minyak dan gas bumi Indonesia secara year to date (ytd) mencapai 1,79 juta barel setara minyak per hari atau barrel of oil equivalent (boepd) per 21 Februari 2025.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengungkapkan realisasi ytd pada 21 Februari juga lebih tinggi dari target sepanjang 2025 yang sebesar 1,61 juta boepd.
Produksi minyak mentah secara ytd per Februari 2025 mencapai 607.097 barel minyak per hari atau barrel of oil per day (bopd). Angka ini lebih tinggi dari realisasi produksi pada 2024 sebesar 580.224 bopd.
Dibiayai Danantara
Awal pekan ini, pemerintah mengumumkan berencana membangun kilang raksasa baru dengan kapasitas 500.000 bph, yang kemungkinan akan dibangun berdekatan dengan rencana proyek fasilitas penyimpanan (storage) minyak di Pulau Nipa, Provinsi Kepulauan Riau.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pembangunan kilang ini menjadi salah satu proyek hilirisasi yang akan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
“Pemerintah juga akan membangun refinery berkapasitas 500.000 barel per hari [bph] yang akan menjadi salah satu fasilitas pengolahan minyak terbesar nantinya. Ini dalam rangka mendorong agar ketahanan energi kita betul-betul lebih baik,” kata Bahlil seusai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Negara, Senin (3/3/2025).
“Lalu, crude storage ini untuk menuju ketahanan energi nasional kita berdasarkan perpres itu harus menambah 30 hari dan itu akan kita bangun di salah satu alternatifnya di Pulau Nipa,” tutur Bahlil.
Bahlil menuturkan kedua proyek tersebut masuk dalam 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang akan digarap pemerintah dengan total investasi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp659,2 triliun.
Pada saat bersamaan, Kementerian ESDM juga menegaskan produksi minyak mentah KKKS bakal wajib diolah melalui kilang atau fasilitas pengolahan di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menerangkan pemerintah sejatinya sudah mengutamakan produksi minyak dalam negeri untuk bisa diolah dan dimanfaatkan dalam negeri, bahkan sejak 2018.
Dadan meyakini Pertamina memiliki teknologi untuk mengolah berbagai jenis minyak mentah, sekalipun ada minyak mentah yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Ditjen Migas.
"Beberapa awalnya tidak sesuai spek, itu Pertamina dengan pengalaman, dengan teknologi yang baru, itu juga bisa disesuaikan," kata Dadan ditemui di kantornya akhir pekan lalu.
Aturan untuk mewajibkan seluruh KKKS minyak dan gas bumi menawarkan minyak mentah yang mereka produksi ke Pertamina sebenarnya sudah diluncurkan sejak 2021, yakni Peraturan Menteri ESDM No. 18/2021.
Regulasi tersebut sekaligus menjadi pembaharuan dari permen sebelumnya, yakni Permen ESDM No. 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
"Setelah itu, Permen ESDM yang tahun 2021 harus ditawarkan dan sekarang kita sudah hampir seluruhnya di dalam negeri," tutur Dadan.
Menurutnya, pemerintah belum akan merilis beleid baru yang mengatur mandatori pengolahan minyak mentah oleh Pertamina di dalam negeri karena Permen No. 18/2021 sebenarnya sudah mengakomodasi kegiatan pengolahan minyak mentah di Indonesia.
"Secara aturan kan sudah jelas, itu prioritas di dalam negeri. Dengan aturan yang sekarang pun sebetulnya itu bisa dieksekusi," ucap Dadan.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)

































