Selain itu, kata Budi, Direksi PT LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit. Dalam hal ini, PT PE turut diduga memalsukan beberapa dokumen dan faktur tagihan yang menjadi dasar mengajukan kredit. Bahkan kontrak palsu tersebut telah diketahui direksi PT LPEI.
“Namun faktanya mereka melakukan side streaming jadi tidak digunakan untuk bisnis solar tersebut tapi malah digunakan untuk berinvestasi ke usaha yang lain,” ucap dia.
“Dan ini sebenarnya sudah diketahui oleh para direksi LPEI namun dikarenakan dari awal mereka sudah bersepakat hal tersebut tidak pernah diindahkan.”
Atas perbuatan melawan hukum tersebut, KPK berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa kerugian negara dalam kasus tersebut khusus untuk PT PE tercatat senilai US$60 juta atau sekitar hampir Rp1 triliun.
“Sedangkan dari yang lainnya masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan, yaitu 10 debitur,” ujar Budi.
Berdasarkan informasi yang didapat, dua Direktur yang dimaksud yakni Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; dan Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan. Sementara tiga pihak lainnya, merupakan debitur LPEI dari PT Petro Energy. Mereka yakni Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Masrin; Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho; dan Direktur PT Petro Energy, Susy Mira Dewi Sugiarta.
(azr/frg)






























