Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR dengan suara bulat menyetujui draft usulan inisiatif revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Salah satu revisinya adalah menghapus batasan jumlah kementerian yang boleh dibentuk presiden.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengklaim, revisi UU Kementerian Negara ini bukan upaya mengakomodir upaya Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto membuat 40 kementerian. Atau, 6 kementerian lebih banyak dari pada periode Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bahwa presiden itu siapapun presidennya tidak boleh dikunci terkait dengan angka, menyangkut soal jumlah kementerian maupun nomenklatur kementeriannya,” kata Supratman, Kamis (16/5/2024).
Politisi Partai Gerindra itu mengklaim, presiden terpilih berhak membentuk pemerintahan yang bisa mewujudkan visi-misinya. Hal ini juga diklaim mendapat dukungan dari Undang-undang Dasar 1945.
Sebelumnya, Prabowo dikabarkan berencana menambah jumlah kementerian untuk mengakomodasi kebutuhan bagi-bagi jabatan pada koalisi pemerintahannya. Menteri Pertahanan ini memang berencana memiliki koalisi gemuk yang berisi nyaris seluruh partai politik yang berkompetisi pada Pemilu 2024.
Hingga saat ini, partai politik yang belum menunjukkan tanda positif bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran tinggal satu anggota Koalisi Perubahan yaitu PKS. Selain itu, empat partai politik koalisi paslon 03 yaitu PDIP, PPP, Partai Hanura, dan Partai Perindo.
Dalam rapat pengambilan keputusan revisi RUU Kementerian Negara, seluruh fraksi pada kesimpulannya setuju atas perubahan atas UU Kementerian Negara dibahas pada tingkat selanjutnya.
Fraksi yang setuju yakni PPP, PAN, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB. Sementara itu PDIP, PKS, dan Partai Demokrat memberikan persetujuan dengan sejumlah catatan.
Anggota Baleg Fraksi PDIP Putra Nababan menyampaikan, dalam penyelenggaraan pemerintahan, jumlah kementerian negara harus memerhatikan aspek efektivitas dan efisiensi serta prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan good governance dan good government.
Selain itu, PDIP memandang perlu melakukan pemantauan dan peninjauan oleh DPR terhadap pelaksanaan UU kementerian negara sebagai bentuk check and balance antara eksekutif dan legislatif sehingga roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
“Dalam penambahan kementerian dalam pasal tersebut, harus menambahkan syarat dan ketentuan tertentu di antaranya kemampuan keuangan negara setiap K/L wajib memiliki indikator per kinerja yang dapat dinilai efektivitasnya,” tutur Putra.
Kemudian, PDIP juga memandang perlu dimasukkan penjelasan terkait kemampuan keuangan negara di antara lain mempertimbangkan kapasitas fiskal belanja pemerintah pusat harus lebih banyak alokasi belanja untuk rakyat sebagai kelompok penerima manfaat daripada untuk birokrasi yang saat ini kenyataannya 50% untuk birokrasi.
Selain PDIP, PKS juga memberikan catatan yakni mengusulkan untuk menambahkan kata efisiensi pada pasal 15 sehingga berbunyi jumlah keseluruhan kementerian ditetapkan sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah.
Tahapan selanjutnya, Baleg akan menyerahkan draft tersebut kepada pimpinan kemudian akan dibahas lebih mendalam dalam pembicaraan tingkat I yang akan datang.
Persetujuan untuk dibawa ke sidang paripurna tergantung dari pandangan pemerintah—khususnya Presiden Joko Widodo—juga berpengaruh penting terhadap aturan tersebut.
(mfd/frg)