Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekspor Indonesia diperkirakan tumbuh positif pada April. Neraca perdagangan pun diramal kembali membukukan surplus.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April pada esok hari, Rabu (15/5/2024). Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan ekspor tumbuh 4,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Membaik dibandingkan Maret yang terkontraksi (tumbuh negatif) 4,19% yoy.
Jika terwujud, maka ini akan menjadi pertumbuhan positif pertama sejak Mei 2023 atau hampir setahun.
Perkembangan harga komoditas membantu perbaikan kinerja ekspor Indonesia. Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), misalnya, naik 7,66% dalam setahun terakhir.
Dibandingkan 2023, arus perdagangan dunia pun membaik. Pada akhir April, Baltic Dry Index (yang menggambarkan arus perdagangan) berada di 2.937. Meroket 86,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan menjadi yang tertinggi sejak Desember 2021.

Badan PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dalam kajiannya memperkirakan perdagangan global pada 2024 memang pulih setelah 2023 yang suram. Tahun lalu, nilai perdagangan dunia tercatat US$ 31 triliun, turun 3% dibandingkan 2022.
“Proyeksi 2024 lebih optimistis. Secara umum, tekanan inflasi yang mereda dan perbaikan pertumbuhan ekonomi akan membalik pelemahan tersebut,” tulis kajian UNCTAD.

Impor Melambat, Neraca Surplus
Saat ekspor membaik, impor malah melambat. Konsensus Bloomberg memperkirakan impor pada April tumbuh 7,15% yoy. Lebih rendah ketimbang Maret yang melesat 12,76% yoy.
Penyebabnya adalah momentum Ramadan-Idul Fitri yang sudah berlalu. Seiring moderasi permintaan, impor pun ikut melambat, tidak sederas sebelum dan saat puasa-lebaran.
Peningkatan ekspor dan perlambatan impor niscaya akan membuat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus. Konsensus Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan April mencatat surplus US$ 3,15 miliar.
Jika terwujud, maka neraca perdagangan akan membukukan surplus selama 48 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.
Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004-Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.
(aji)