Logo Bloomberg Technoz

“Tingkat PMA di Indonesia naik rata-rata 29,4% pada 5 triwulan setelah penerbitan UU Cipta Kerja dibandingkan 5 triwulan sebelumnya. Ini menandakan investor merespon positif kehadiran UU ini,” kata Airlangga di hadapan Sidang Paripurna DPR-RI, Selasa (21/3/2023).

OECD, lanjut Airlangga mewakili Presiden Jokowi, juga menyebut implementasi UU ini bisa mengurangi hambatan PMA lebih dari sepertiga dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi hampir 10% pada 2021. 

Mengacu pada data yang dirilis Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2022 realisasi investasi mencapai Rp 1.207 triliun, sedikit di atas target Rp 1.200 triliun di mana lebih dari separuhnya berbentuk PMA. Realisasi investasi itu naik 34% dari 2021. 

Risiko Resesi Semakin Kecil

Bank Indonesia (BI) dalam paparannya pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu berpandangan pertumbuhan ekonomi global 2023 akan lebih baik daripada proyeksi sebelumnya, dengan perkiraan tumbuh 2,6%. Pembukaan lagi ekonomi China menjadi game-changer yang dapat mendongkrak kegairahan perekonomian global. Selain itu, disrupsi suplai global juga telah semakin menurun. 

“Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa juga diprakirakan lebih baik, diikuti risiko resesi yang menurun,” kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, Kamis (16/3/2023).

Walau pecah krisis perbankan di dua wilayah ekonomi utama itu yang sempat mengguncang pasar keuangan dunia, sejauh ini perekonomian AS dan Eropa masih mampu bertahan kendati dibayangi pula oleh inflasi yang belum juga jinak. AS dan Eropa masih mencetak pertumbuhan 2,1% dan 3,5% pada 2022. IMF memperkirakan dua wilayah itu akan melambat masing-masing 1,4% dan 0,7% pada 2023, sejalan dengan perlambatan yang terjadi di seluruh dunia. 

Pembukaan lagi ekonomi China akan berdampak besar bagi Indonesia mengingat China adalah salah satu mitra dagang terbesar. Sampai Februari lalu, ekspor nonmigas Indonesia tumbuh tinggi terutama dari kenaikan ekspor batu bara, bijih logam dan minyak sawit mentah (CPO) ke China. Secara umum bisa disebut bahwa yang dihadapi Indonesia tahun ini sudah jauh lebih cerah dibandingkan tahun-tahun ketika pandemi masih membekap dunia.

BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih bagus dari perkiraan sebelumnya, yaitu di kisaran 4,5%-5,3% dengan bias ke atas atau cenderung lebih tinggi.

Banyak Alasan untuk Percaya Diri

Ada banyak alasan mengapa Indonesia selayaknya cukup percaya diri di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi dunia maupun di hadapan pemodal global. Pertama, inflasi Indonesia sudah lebih terkendali.

Sampai Februari lalu, inflasi domestik tercatat di kisaran 5,47% dengan inflasi inti yang fundamental sudah melandai di level target bank sentral yaitu 3,09%. Bank sentral memprediksi inflasi IHK akan terkerek turun di kisaran 2%-4% pada semester II-2023.

Kedua, konsumsi masyarakat masih tinggi. Walau masih belum pulih sepenuhnya, dengan jumlah penduduk hampir 300 juta orang di mana sebagian besar berada di puncak produktivitas dengan tingkat konsumsi tinggi, pertumbuhan ekonomi domestik masih bertahan dan diprediksi akan pulih kembali seperti masa pra-pandemi pada kuartal III-2023. 

Ketiga, sistem keuangan masih kuat. Guncangan yang melanda perbankan AS dan Eropa memberi peringatan bagi Indonesia. Namun, sejauh ini diyakini perbankan domestik masih kuat menghadapi tren bunga acuan tinggi dan turbulensi pasar keuangan global.

Keempat, upah buruh masih murah. Mengacu UMP 2023 dengan upah tertinggi di DKI Jakarta sebesar Rp 4,9 juta setara dengan US$ 318,29, masih di bawah Filipina dan Thailand menurut Wage Center. 

“Hambatan Investasi”

Ada banyak poin dalam UU Cipta Kerja yang menjadi kontroversi. Dari perspektif pemodal dan pemerintah, hal itu selama ini menjadi pemberat investasi ke Indonesia.

Yang dimaksud adalah persoalan ketenagakerjaan. Mulai dari ketentuan upah minimum, aturan outsourcing, pengaturan hak libur pekerja, hingga aturan tentang tenaga kerja asing. Terkait upah misalnya, beleid yang baru disahkan menyebut formula Upah Minimum selain didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, juga didasarkan pada indikasi-indikasi khusus (pasal 88D).

Pengusaha juga dibolehkan melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas (Pasal 92A). Lalu, perihal komponen upah terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap di mana upah pokok minimal sebesar 75% dari total upah (Pasal 94).

Ketentuan upah yang lebih longgar itu menguntungkan pebisnis karena dapat menaikturunkan upah pekerja sesuai pemahaman subyektifnya. Ini menjadi risiko bagi para buruh. Ini yang mulai menjadi preseden dari langkah Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah merilis regulasi yang membolehkan pengusaha eksportir memangkas upah pekerja hingga 25%.

Risiko Penerimaan Negara

Bukan cuma isu perburuhan yang menjadi kontroversi. UU Cipta Kerja juga mengecewakan para aktivis hijau yang khawatir dengan ketahanan energi dan lingkungan hidup. Salah satu pasal yang disoroti adalah pasal 123A yang berkaitan dengan perubahan iuran produksi/royalti produk hilirisasi batu bara menjadi 0%. 

Bila insentif ini diberikan, menurut hitungan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), bisa memicu kerugian negara yang besar. Dengan asumsi total produksi batubara sebesar 666,6 juta ton per tahun, potensi kehilangan royalti ditaksir mencapai Rp33,8 triliun per tahunnya.

Jika kebijakan berlaku dalam 20 tahun ke depan, maka diperkirakan negara alami kerugian hingga Rp 676,4 triliun. “Potensi kerugian tersebut setara membangun 305.632 sekolah dan 4.039 rumah sakit. Oleh karena itu implementasi Perpu Cipta Kerja harus secara tegas dibatalkan,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira.

Belum lagi terkait kewajiban atau syarat-syarat penanaman modal asing di berbagai sektor usaha yang menjadi jauh lebih mudah tapi membuka risiko terhadap isu sustainability lingkungan yang sejatinya menjadi konsideran pembuatan regulasi tersebut.

“Dengan UU Omnibus (Perppu Ciptaker), itu perpanjangan otomatis, limbah batu bara digolongkan bukan sebagai limbah berbahaya. Jadi memuluskan semua. bisa diperpanjang sampai batu baranya habis. Indonesia sekarang importir gula terbesar dunia tapi produsen gula utama itu 11 perusahaan. Nah itu mereka bikin gula tidak perlu perkebunan tebu. Tidak perlu kebun tebu/petani tebu. Sebelumnya selama 3 tahun, perusahaan wajib membeli tebu dari petani atau membangun perkebunan tebu. Wajib itu. Nah dengan UU Omnibus, kewajiban itu diputihkan, dihilangkan,” jelas Faisal Basri, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), beberapa waktu lalu.

Investasi Penting, Konsumsi Lebih Penting

Investasi memang menjadi salah satu kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada 2022, investasi menyumbang 32,1% PDB, terbesar kedua setelah konsumsi dengan kontribusi lebih dari 50%.

Konsumsi masyarakat masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Sampai saat ini, pemulihan konsumsi rumah tangga masih menjadi PR besar sejak terpukul pandemi dan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Ketika kesejahteraan buruh jadi pertaruhan disokong regulasi yang kurang berpihak, termasuk misalnya melalui kebijakan pengurangan upah, itu dapat menjadi preseden buruk yang mengancam pemulihan konsumsi domestik. Pemulihan ekonomi juga akhirnya yang menjadi pertaruhan. 

Lantas, apakah beleid kontroversial ini akan membantu Indonesia lebih banyak menarik investasi, pengamat meragukan itu. Isu-isu strategis yang menjadi pertimbangan kelahiran Undang-Undang, mulai dari ancaman resesi global, ancaman risiko perubahan iklim, justru tidak mendapatkan solusi dalam pasal-pasalnya.

"Ini yang menjadi kebingungan dan menimbulkan pertanyaan, pengesahan Undang-Undang ini untuk siapa sebenarnya dan apakah akan bisa memperbaiki ekonomi dan meningkatkan investasi, saya kira tidak," tutup Bhima.

(rui/aji)

No more pages