Logo Bloomberg Technoz

Selain karena karut-marut tata kelola timah yang berhubungan dengan IPR, Burhanudin mengeluhkan PT Timah Tbk (TINS) hanya menampung timah dari dalam kawasan IUP miliknya. Jumlah timah yang diserap pun terbatas.

Kata Burhanudin, TINS padahal memiliki IUP yang luas di Belitung Timur. Namun, saat ini masyarakat justru tidak bisa menjual timah.

“Menjelang Idulfitri, masyarakat kami diberikan ruang untuk mereka bisa menjual pasir timah mereka agar roda ekonomi bisa hidup kembali,” ujar Burhanudin.

Legalitas Dipertanyakan

Terpisah, Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal mengatakan pihaknya memang tidak bisa menyerap timah dari luar IUP, karena legalitasnya dipertanyakan.

Namun, dirinya memastikan bahwa kapasitas pabrik cukup dalam menampung bijih timah dari masyarakat di Provinsi Kepulauan Babel.

“Kalau bukan dari IUP PT Timah, kami tidak mungkin bisa mengakomodasi itu. Sebenarnya kapasitas pabrik tidak masalah, tetapi asal-usul bijihnya dari mana? Legalitas dari mana?,” ujar Ahmad.

“Kalau IPR keluar lalu kerja sama mungkin bisa, tetapi kalau belum ada tidak bisa. Kalau masyarakat [melakukan] illegal mining bagaimana? Tidak mungkin kita putihkan.” 

Tambang timah di Air Jangkang Village, Kepulauan Bangka./Bloomberg-Dimas Ardian

Akar Permasalahan 

Adapun, akar permasalahan dari karut-marut tata kelola timah di Babel, yang berhubungan dengan izin pertambangan rakyat (IPR), terjadi lantaran adanya miskomunikasi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Babel.

Hal tersebut sebagaimana disimpulkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dony Maryadi Oekon. Dalam kaitan itu, Kementerian ESDM telah mendelegasikan kewenangan IPR kepada pemda, tetapi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak mengetahui ihwal pelaksanaan penerbitan IPR. 

“Ini tidak nyambung apa yang dari pemerintah kepada provinsi. Dalam pelaksanaannya, provinsi tidak tahu apa dasarnya untuk melaksanakan itu, miskomunikasi ini,” ujar Dony.

Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono menjelaskan dasar hukum dari pemberian IPR termaktub dalam Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral. Dalam pasal 67 disebutkan bahwa IPR diberikan oleh Menteri kepada orang atau perseorangan yang merupakan penduduk setempat atau koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.

Namun, Bambang mengatakan terdapat pendelegasian kewenangan dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 55/2022. 

Dalam Pasal 2 disebutkan, pendelegasian meliputi pemberian sertifikat standar dan izin, di mana IPR merupakan salah satu perizinan yang didelegasikan.

Kendati demikian, pasal 5 beleid tersebut menyatakan Pemerintah Pusat wajib melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pemda Provinsi atas pelaksanaan pendelegasian.

“Pemegang IPR juga harus menerapkan kaidah pertambangan yang baik khususnya pengelolaan lingkungan dan keselamatan pertambangan,” jelasnya.  

Kinerja produksi PT Timah Tbk(Tins)./dok TINS

Sementara itu, Safrizal mengatakan, Perpres No. 55/2022 memang menjelaskan soal pendelegasian kepada Pemerintah Provinsi, tetapi belum mengatur pendelegasian membuat peraturan turunan yang mengatur soal penerbitan IPR.

“Delegasi untuk membuat peraturan tidak ada, yang ada delegasi menerbitkan [IPR]. Untuk menerbitkan, seperti memungut iuran itu, mana ketentuan-nya? Dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) sistem tertutup, tidak bisa kami tambah kecuali Pemerintah Pusat memberikan kewenangan untuk memungut iuran tambang rakyat,” ujar Safrizal.

“Sehingga kami perlu diberikan penguatan dalam menerbitkan peraturan gubernur tentang proses perizinan rakyat.”  

Peraturan Gubernur diperlukan sebagai landasan hukum untuk mengatur soal dokumen yang dibutuhkan dalam IPR, termasuk soal dokumen lingkungan.

Menanggapi hal tersebut, Bambang mengundang pemda untuk melakukan diskusi dalam penyelesaian tata kelola IPR. Agenda dijadwalkan akan berlangsung pada hari ini Rabu (27/3/2024). 

Mengutip data Badan Geologi pada 2022, total sumber daya pasir timah di Babel untuk bijih timah dan logam timah masing-masing mencapai 6,14 miliar ton dan 2,23 juta ton.

Selanjutnya, total cadangan untuk bijih timah dan logam timah di Babel masing-masing sebanyak 6,19 miliar ton dan 2,03 juta ton.

Sementara itu, total sumber daya pasir timah untuk bijih timah dan logam timah di Indonesia masing-masing sebesar 7,39 miliar ton dan 2,5 juta ton.

Adapun, total cadangan untuk bijih timah dan logam timah di Indonesia masing-masing mencapai 6,92 miliar ton dan 2,24 juta ton.

Dengan demikian, sumber daya pasir timah Babel untuk bijih timah dan logam timah berkontribusi masing-masing sebesar 83,2% dan 88,89% terhadap total sumber daya nasional.

Untuk cadangan, bijih timah Babel berkontribusi 89,49% dan logam timah sebesar 90,46% terhadap cadangan nasional.

Mengutip data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Babel, rata-rata besaran ekspor timah Indonesia mencakup 20%—30% dari total kebutuhan timah dunia yang mencapai 200.000 ton per tahun.

Hingga Maret 2023, nilai ekspor timah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai US$225,8 juta atau setara Rp3,5 triliun (asumsi kurs Rp15.679,35). 

(dov/wdh)

No more pages