Logo Bloomberg Technoz

Penguatan dolar AS yang sudah lumayan tajam mengundang investor untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking). Namun dalam waktu dekat, sepertinya dolar AS bisa menguat lagi.

“Sulit bagi dolar AS untuk terus melemah di tengah kinerja ekonomi yang melebihi banyak negara lain. Lebih sulit lagi bagi dolar AS untuk melemah karena bank sentral negara lain masih memberi sinyal dovish,” kata Thierry Wizman, Global FX and Rates Strategist di Macquarie, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Pekan ini, akan ada rilis data di AS yang bisa mempengaruhi arah kebijakan moneter bank sentral Federal Reserve. Data itu adalah Personal Consumption Expenditure (PCE). Ini adalah indikator inflasi yang menjadi preferensi The Fed.

Data PCE akan dirilis Jumat (29/3/2024) malam waktu Indonesia. Konsensus yang dihimpun Bloomberg memperkirakan laju PCE secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Februari sebesar 0,4%. Lebih tinggi dibandingkan Januari yang sebesar 0,3%.

Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), laju PCE pada Februari diperkirakan 2,5%. Lagi-lagi lebih tinggi ketimbang Januari yaitu 2,4%.

Data ini menggambarkan bahwa inflasi di Negeri Adikuasa masih ‘bandel’. Butuh waktu untuk menuju target 2% yang dicanangkan The Fed.

Oleh karena itu, prospek penurunan suku bunga menjadi samar-samar. Belum adanya kejelasan kapan Federal Funds Rate bisa turun akan menjadi angin segar bagi dolar AS.

Oleh karena itu, sepertinya rupiah dan mata uang Asia belum bisa menepuk dada. Sebab, sangat mungkin dolar AS akan bangkit dan kembali melibas rupiah dkk.

(aji)

No more pages