Logo Bloomberg Technoz

Posisi Blok Masela di Laut Arafura memang berdekatan dengan bagian utara Kota Darwin, hanya sekitar 400 km.

Logo Inpex di kantor pusatnya di Jepang./Bloomberg-Robert Gilhooly


Adapun, Inpex memang memiliki berbagai fasilitas penunjang produksi dalam proyek Ichthys LNG, seperti fasilitas pemrosesan onshore LNG Ichthys, fasilitas pemrosesan pusat, fasilitas produksi, penyimpanan dan pembongkaran terapung, serta pipa ekspor gas,

“Di samping Lapangan Abadi Blok Masela itu kan ada Darwin, Inpex kan. Ada juga fasilitas dia. Setahu saya gas di sana sudah mulai decline [produksi gas alam cair atau liquefied natural fas/LNG), kenapa tidak pakai fasilitas itu?” ujar Maman.

Dua Argumen

Maman pun mengeklaim setidaknya terdapat dua manfaat yang dihasilkan bila Indonesia menggunakan fasilitas Inpex di Darwin. Pertama, bisa lebih cepat dari sisi waktu, di mana diprediksi hanya membutuhkan waktu 2—3 tahun untuk menggunakan fasilitas di Darwin dan melakukan modifikasi.

Tahun pertama, kata Maman, bisa dimanfaatkan untuk menjajaki hubungan antara Indonesia, Australia dan Jepang. Sementara itu, sisa dua tahun berikutnya dapat digunakan untuk modifikasi fasilitas sesuai dengan yang dibutuhkan.

Kedua, penggunaan fasilitas Inpex di Darwin juga bisa menghemat biaya. Perlu diketahui nilai investasi dari Lapangan Abadi Blok Masela mencapai US$20,9 miliar atau setara Rp325,63 triliun (asumsi kurs Rp15.580,40). Penggunaan fasilitas Inpex di Darwin, kata Maman, tentu bisa mengurangi belanja modal atau capital expenditure (capex) dari proyek tersebut.

“US$20 miliar itu duit semua, [setara] Rp300 triliun ya plus minus? Saya melihatnya ada penghematan cost yang bisa kita hemat dan ini bisa jadi alat negosiasi Indonesia dengan Inpex, karena saya yakin dengan turunnya penggunaan cost recovery, yang tadinya Rp300 triliun, itu bisa jadi alat negosiasi kita dengan Inpex untuk beberapa hal nantinya, pasti itu jauh sekali itu capexnya,” ujarnya.

Derek beroperasi di dekat tangki penyimpanan gas alam cair (LNG) di Darwin, Australia./Bloomberg-Carla Gottgens

Isu Kedaulatan

Maman menyadari bahwa usulannya itu tentu mengundang perdebatan, khususnya dari sisi kedaulatan. Namun, dia meyakini, isu kedaulatan bisa sedikit dikompensasi untuk mendorong percepatan peningkatan pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas).

Sebagai catatan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan penerimaan negara dari hulu minyak dan gas bumi (migas) mencapai US$12,9 miliar atau setara Rp200,98 triliun (asumsi kurs Rp15.580) pada 2024.

Angka ini mengalami penurunan 11,64% dari penerimaan negara sebesar US$14,6 miliar atau setara Rp227,46 triliun pada 2023.

“Ini bisa jadi sebuah diskusi yang layak dibahas daripada kita terjebak pada situasi yang tidak tahu dimana ujungnya. Jadi saya ingin [memberikan] usulan konkret untuk mengkaji penggunaan fasilitas Inpex yang ada di Darwin. Menurut saya ini layak didiskusikan oleh SKK Migas, KKKS dan bisa jadi pintu masuk Pertamina,” ujar Maman.

“Saya pikir isu kedaulatan bisa selesai dengan hadirnya Pertamina di dalam kepemilikan aset, apapun itu silakan ahli komersial. Daripada Pertamina sibuk menaikkan aset di Indonesia, mendingan naikkan aset di luar negeri. Tadi katanya Pertamina produksi di luar negeri naik jadi 150.000 barel. Dari 150.000 barel kan bisa naik lagi [dengan] melakukan aksi korporasi di luar negeri."

Selain itu, dia berpendapat Indonesia tentu bisa menggunakan teknologi pengawasan untuk memantau jumlah produksi setiap harinya sehingga dapat mengatasi masalah kedaulatan tersebut.

Kinerja hulu migas RI full year 2023./dok. SKK Migas

Menyitir situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), wilayah kerja Masela berlokasi di Laut Arafura atau 650 km dari Kepulauan Maluku dan 170 km dari Kepulauan Babar dan Tanimbar.

Kontrak ditandatangani pada 16 November 1998 dan berakhir pada November 2028 (30 tahun). WK Masela sudah mendapatkan kompensasi waktu 7 tahun dan perpanjangan kontrak selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 15 November 2055.

Saat ini, pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) Blok Masela adalah Inpex Masela Limited dengan porsi 65%, sedangkan sisanya –sebanyak 35%– akan dibagi antara Pertamina dengan target sebesar 20% dan Petronas 15%.

SKK Migas menyebut investasi di Lapangan Abadi di Blok Masela kini naik menjadi US$20,9 miliar dari sebelumnya US$19,85 miliar.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan kenaikan investasi tersebut terjadi setelah disetujuinya rencana pengembangan atau plan of development (POD) yang mencakup proyek penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS) di blok tersebut.

“Investasi proyek Abadi Masela sangat besar mencapai US$20,9 miliar. Jika dibandingkan, akan setara dengan Rp324 triliun atau hampir tiga kali lipat nilai investasi kereta cepat Jakarta—Bandung”, ujar Dwi, akhir Desember.

SKK Migas mengestimasikan Lapangan Abadi Blok Masela memiliki puncak produksi  sebesar 9,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel kondensat per hari (BCPD).

(wdh)

No more pages