Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai tensi geopolitik dunia yang memanas mempengaruhi distribusi arus barang terhambat di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menjelaskan, tensi geopolitik yang terjadi di kawasan global tak hanya bicara konflik Rusia dan Ukraina, konflik Israel dan Palestina, tetapi menjalar ke negara-negara lain.

"Tensi geopolitik yang besar mempengaruhi distribusi arus barang. Sebagai contoh, kalau biasanya arus barang dari Eropa dan Asia langsung lewat Laut Merah atau Terusan Suez, tapi sekarang harus memutar karena ada keributan di Yaman dan sebagainya," papar Destry Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (7/2/2024).

Menurut dia, kondisi geopolitik yang terjadi membuat distribusi arus barang di kawasan Asia membutuhkan waktu lebih lama, yakni mencapai 10-14 hari.

"Ini yang pertama akan mempengaruhi distribusi barang, suplai barang, baik di Asia dan Eropa," kata Destry.

Destry menambahkan ekonomi global pada 2024 masih cukup menantang. Mulai dari friksi geopolitik hingga arah kebijakan moneter masih menjadi risiko yang harus diwaspadai.

"Kita memang tidak bisa lepas dari apa yang terjadi di global. Menjadi sangat penting bagaimana ekonomi global karena semua sudah saling terkait," kata Destry 

Menurut Destry, hal lain yang perlu dicermati selain geopolitik ialah perlambatan ekonomi gobal. Selain itu, terjadi pula fragmentasi atau perbedaan.

"Amerika bisa tumbuh lebih baik dari neara-negara maju lainnya, sementara Eropa sangat berat. Di Asia, India tumbuh solid tetapi China mulai agak mereda karena ada permasalahan properti dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi 2024 akan trending down untuk global," terang Destry.

Tak hanya itu, hal lain yang perlu dicermati ialah proses disinflasi yang terjadi secara gradual. Inflasi, terutama di negara-negara maju, memang menurun tetapi lajunya sangat lambat.

"Sehingga kita menghadapi environment yang higher for longer. Suku bunga global, kita lihat misalnya Fed Funds Rate, kami perkirakan baru semester II akan turun. Mereka masih pertahankan suku bunga tinggi," tuturnya.

Perkembangan tersebut, tambah Destry, akan membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) naik. "Untuk tenor 10 tahun sempat turun ke 3%. Namun kemudian karena ada uncertainty yang meningkat, naik lagi sekarang kembali di atas 4%," sebutnya.

(lav)

No more pages