Bloomberg Technoz, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan tiga poin evaluasi dari laporan keuangan yang disampaikan Kementerian Pertanian pada tahun 2023. Dua di antaranya berhubungan dengan pengelolaan aset di Kementan.
Anggota BPK IV Haerul Saleh menjelaskan bahwa poin pertama berhubungan dengan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Berbasis Akrual Nomor 17 tentang Properti Investasi.
Haerul mencatat, Kementan perlu mengidentifikasi aset-aset yang layak dan memenuhi kriteria untuk bisa dijadikan sebagai properti investasi. Sebab, BPK mencatat Kementan memiliki banyak aset yang belum jelas statusnya.
“Seinget saya, ada banyak sekali dan masih ada beberapa pertanian yang sampai hari ini belum jelas statusnya,” ujar Haerul dalam agenda Entry Meeting dan Permintaan Dokumen Pemeriksaan Awal Laporan Keuangan TA 2023 lingkup Kementerian Pertanian, di Kementan, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).
Kedua, berkaitan dengan Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA). Ini termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109 Tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran atas Pekerjaan yang Belum Diselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran.
Dalam pelaksanaan anggaran atas pekerjaan yang belum diselesaikan pada akhir Tahun Anggaran (TA) 2023, memiliki risiko atas penerapan pertama kali kebijakan penggunaan RPATA. Khususnya dalam menghadapi langkah-langkah belanja akhir tahun 2023.
Haerul menyoroti adanya perbedaan pandangan atau landasan hukum dari PMK dan Undang-Undang, soal pelaksanaan belanja akhir tahun tersebut. Sebab, berdasarkan UU, seharusnya anggaran berakhir di tahun yang sama, sehingga ketika masuk di tahun berikutnya harus melalui mekanisme penganggaran di APBN.
“Di hampir semua kementerian, ternyata hampir sama kejadiannya, menurut persepsi kami, ini tidak bisa disimpan di rekening escrow. Kalau pun diperpanjang, uangnya tidak boleh langsung dipakai. Kalau sudah disetujui baru digunakan,” ujarnya.
“Kurang lebih seluruh kementerian ada Rp30 triliun, bukan hanya Kementan, Kementerian PUPR aja kemarin Rp9 triliun yang duitnya menyeberang. Menyebrang tapi masih ada di jembatan, duitnya disimpan. Perlu ada keselarasan aturan penggunaan uang yang menyebrang atau disimpan di escrow account,” lanjutnya.
Ketiga, pengelolaan aset. BPK mencatat terdapat permasalahan pengelolaan aset tetap dan aset lainnya di Kementan, antara lain; pencatatan dan pengamanan tanah belum bersertifikat, dan/atau dikuasai oleh pihak ketiga.
Catatan BPK terdapat sekitar 7.509.260 m2 lahan pada delapan satuan kerja (satker) Kementan yang belum memiliki sertifikat.
“Luas banget ini, kalau bawa ke bank banyak duit kita. Harus optimalkan dengan cara dilakukan pendataan yang rinci dan sertifikatka, karena ada yang dikuasai pihak ketiga. Saya gak tahu pihak ketiga kerjasama dengan orang Kementerian Pertanian atau gimana, tapi sampai sekarang tidak bisa diapa-apain, tetap dikelola orang ketiga,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan bakal membentuk tim khusus melalui Inspektorat Jenderal (Irjen).
“Kami janji, Insya Allah, masalah aset kami bentuk tim khusus. Pak Irjen tolong bentuk tim kecil. Memang kalau eksekutor soal administrasi dengan orang lapangan, biasanya berbeda,” ujar Amran.
(dov/wep)