Logo Bloomberg Technoz

“Kami juga menyiapkan panduan investasi lestari buat UMKM kalau mereka mau masuk ke sini. Dengan kementerian investasi kami buat panduannya tidak hanya untuk perusahaan besar, tetapi untuk UMKM kemudian pada pasar kita selama ini ngomong soal supply dan demand pasarnya. Sebenarnya pasar Indonesia siap tidak sih untuk yang hijau. Itu kembali ke cost kita siap enggak untuk membeli dengan cost yang lebih tinggi,” jelasnya.

Dia pun menekankan startup dan UMKM harus bisa ambil bagian dari perdagangan karbon jangan hanya perusahaan besar saja. Oleh karena itu, ekosistem bagi startup dan UMKM harus disiapkan agar menjadi inklusif.

“Kalau ngomongin penurunan emisi, boro-boro dia akan bicara ekonomi hijau. Bisnis UMKM mikirnya bisa memberikan profit sebesar-besarnya agar survive. Antara survive dan actually do good, itu harus jadi perhatian kita,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama CEO CarbonEthics Agung Bimo Listyanu mengatakan, awareness atau kesadaran masyarakat Indonesia mengenai ekonomi karbon sudah lebih baik dibandingkan dengan empat tahun lalu saat CarbonEthics terbentuk. 

“Dahulu ada beberapa industri sudah jualan di forum besar tapi tidak terbuka di lapisan masyarakat. Jadi karbon barang apa itu tidak tahu dan cara menghitung karbon baik secara individual dan perusahaan. Kalau saat ini jauh sangat berbeda kami sebagai project developer kami banyak ngobrol sama industri dan masyarakat mulai dari G20 banyak komitmen soal net zero,” ucapnya.

Menurut Bimo, hal itu hanya akan dirasakan pada pasar yang sudah berkembang di negara maju seperti Eropa, tetapi nyatanya sejak tahun lalu sudah banyak masyarakat Indonesia dan B2B relation yang sadar akan ekonomi karbon. 

“Mereka bikin komitmen net zero plan sebelum melakukan pengurangan emisi seperti karbon kredit dan progresnya masif, tetapi memang harus ada edukasi yang banyak mengenai ini,” ucapnya.

(mfd/wdh)

No more pages