Logo Bloomberg Technoz

PTFI, lanjutnya, juga merencanakan penggantian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara dengan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) berkapasitas 267 MW pada 2027, dengan harapan dapat mengurangi emisi GRK hingga 62%.

Lebih lanjut, Tony mengatakan seiring dengan meningkatnya permintaan kendaraan listrik dan pengembangan listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), permintaan tembaga dunia pun meningkat. Terlebih, sekitar 70% kebutuhan tembaga dunia adalah untuk menghantarkan listrik.

“Tembaga merupakan bahan yang sangat dibutuhkan dalam menghasilkan energi terbarukan, digunakan untuk pengoperasian mobil listrik, panel surya, dan turbin angin. Kendaraan listrik membutuhkan tembaga empat kali lipat lebih banyak daripada mobil konvensional, dan 70% tembaga di dunia digunakan untuk menghantarkan listrik. Dengan kata lain, listrik tidak sampai ke konsumen tanpa tembaga,” ujarnya.

Sebelumnya, dia mengatakan tingginya permintaan produk hilir tembaga dalam beberapa tahun ke depan akan berbanding terbalik dengan suplai dan kapasitas produksi yang tersedia di tingkat global.

“Tidak ada rencana pembukaan tambang tembaga baru yang signifikan. Jadi kelihatannya demand-nya naik, suplainya stabil, gitu-gitu saja. Kalau ditanya harganya akan jadi berapa, kami tidak tahu. Komoditas itu akan naik turun. Kami ini price taker, bukan price maker,” ujar Tony kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.

Untuk diketahui, menurut data Badan Survei Geologi AS atau US Geological Survey, Indonesia merupakan produsen tembaga terbesar kesembilan dunia pada 2022. Dengan output sebanyak 0,8 juta ton, tembaga Indonesia memiliki porsi sebesar 4% dari total produksi global.

Goldman Sachs baru-baru ini menyajikan prakiraan bullish untuk pasar tembaga pada 2023—2024. Para analis mereka mengestimasikan harga tembaga melonjak dari rerata US$8.500/ton saat ini menjadi US$12.000/ton akhir tahun ini.

Setala, Fitch Ratings juga memperkirakan permintaan tembaga primer global meningkat sekitar 2% pada 2023, seperti pada tahun sebelumnya, sementara produksi tambang tembaga diperkirakan meningkat sekitar 4%.

Fitch mengatakan asumsi tembaga yang tidak berubah mencerminkan sentimen pasar yang lebih lemah terkait dengan perlambatan ekonomi global pada tahun ini. Namun, dalam jangka panjang, prospek tembaga dipengaruhi oleh permintaan dari transisi energi.

Kelompok penelitian dan konsultan global, Wood Mackenzie, juga baru-baru ini memprediksi skenario nol emisi global akan membutuhkan 9,7 metrik ton pasokan tembaga baru untuk ditambahkan selama dekade berikutnya.

“Ini berarti investasi US$23 miliar per tahun akan dibutuhkan selama 30 tahun untuk mewujudkan proyek tembaga baru guna mencapai target nol karbon,” papar mereka. 

(wdh)

No more pages