Harga Komoditas
Rizal Kasli berpendapat sepanjang tahun ini hanya emas yang mencatatkan kenaikan harga signifikan hingga mendekati US$4.500 per troy ounce.
Harga emas tersebut, jika dibandingkan dengan Desember 2025 telah naik lebih dari 70%. Rizal menilai kenaikan harga emas memberikan sentimen positif bagi subsektor emas, meski manfaatnya tidak mampu menutup tekanan di komoditas lain.
Di sisi lain, harga tembaga dunia juga terus mengalami tren penguatan hingga akhir tahun ini. Bahkan, pada Desember 2025 tembaga menembus level tertinggi sepanjang sejarah di atas US$12.00 per ton, yang didorong kekhawatiran pasar global yang makin ketat pada 2026.
Pada Rabu (24/12/2025), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) mencatatkan rekor tertinggi US$12.282 per ton atau naik hingga 1,8% dari penutupan sebelumnya.
Berhentinya operasional salah satu tambang tembaga terbesar di Indonesia, Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi salah satu faktor yang mendorong harga tembaga mencatatkan all time high (ATH).
“Faktor-faktor termasuk gangguan pasokan, ekspektasi likuiditas global, dan pertumbuhan makroekonomi yang relatif stabil, telah mempercepat lonjakan harga tembaga menjelang akhir tahun,” kata Xiao Jing, analis utama logam non-ferrous di SDIC Futures Co, dikutip dari Bloomberg News.
Komoditas mineral lainnya yang diharapkan dapat bangkit dari keterpurukan yakni nikel. Rencana Indonesia memangkas produksi bijih nikel pada 2026 menjadi sekitar 250 juta ton dari tahun ini sebesar 379 juta ton, belakangan membuat harga komoditas ini hijau.
Harga nikel di LME pada Jumat siang (26/12/2025) tercatat sebesar US$15.786 per ton, mengalami kenaikan 0,3% dari penutupan sebelumnya. Akan tetapi, harga nikel belum mencapai area level tertinggi pada tahun ini disekitar US$16.000 per ton.
“Menjelang tahun 2026, jika pemotongan benar-benar terjadi, maka pandangan kami adalah bahwa nikel kemungkinan akan outperform kompleks logam dasar lainnya,” kata Bernard Dahdah, seorang analis di Natixis, dikutip dari Bloomberg News.
“Sebagian besar logam dalam kompleks tersebut telah mencapai rekor tertinggi, dan oleh karena itu momentum kenaikan harga kemungkinan akan melambat, bahkan berbalik arah dalam beberapa kasus.”
Kurang Beruntung
Sebaliknya, batu bara justru berada dalam fase tertekan. Harga Batu Bara Acuan (HBA) pada Desember 2025 tercatat di level US$100,81 per ton untuk kalori 6.322 kcal/kg. Angka ini turun sekitar 17,7% dibandingkan HBA Desember 2024 yang masih berada di US$122,51 per ton.
Rizal memandang tekanan harga tersebut diperparah oleh menurunnya permintaan dari dua negara pengimpor utama batu bara dunia; China dan India.
Bahkan, India yang dikenal sebagai importir batu bara terbesar kedua setelah China mulai mengubah arah kebijakannya
Rizal mencatat terjadi peningkatan produksi di Negeri Bollywood tersebut, sehingga terdapat surplus stok batu bara yang akhirnya India mulai mengekspor sebagian pasokan batu baranya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi produksi batu bara Indonesia mencapai 661,18 juta ton sepanjang Januari—Oktober 2025, di mana 180,98 juta ton atau sekitar 27,36% dimanfaatkan untuk pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Sementara itu, batu bara Indonesia yang diekspor hingga Oktober 2025 tercatat sebanyak 421,92 juta ton atau sekitar 63,79% dari total produksi. Nilai ekspor batu bara Indonesia dilaporkan mencapai US$24,43 miliar.
Dalam periode tersebut, rata-rata HBA tercatat pada angka US$111,24/ton.
Tekanan Bertubi-tubi
Di tengah berbagai dinamika pergerakan harga komoditas pertambangan, beban penambang justru meningkat.
Rizal menyatakan sejumlah kebijakan pemerintah sepanjang 2025 berdampak langsung pada struktur biaya pertambangan, salah satunya penerapan mandatori biodiesel B40.
Selain itu, kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) bagi eksportir komoditas tambang juga menjadi faktor tambahan yang memengaruhi arus kas perusahaan. Di sisi lain, pemerintah juga akan mengenakan bea keluar (BK) untuk emas dan batu bara pada 2026.
Untuk batu bara, kata Rizal, dengan kondisi harga yang sedang tertekan, tambahan beban berupa bea keluar dinilai akan makin memberatkan.
“Pemerintah harus melihat secara komprehensif dan perkembangan global seperti India justru mengekspor batu bara sekarang karena surplus produksi dalam negerinya,” kata Rizal.
Selain itu, penambang juga dihadapi kenaikan tarif royalti ketika harga komoditas sedang lesu. Aturan baru royalti sektor minerba tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Pada saat bersamaan, pemerintah juga menerbitkan PP No. 18/2025 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
Dalam PP No. 19/2025 tarif royalti untuk bijih nikel ditetapkan sebesar 14%—19%. Adapun, produk olahan seperti feronikel (FeNi) hingga nickel pig iron (NPI) yang dikenakan tarif 4%—7%.
Indonesia Mining Association (IMA) menilai tarif terbaru royalti mineral dan batu bara tersebut makin membebani biaya operasional perusahaan tambang imbas sederet kebijakan pemerintah sebelumnya.
Tak hanya itu, IMA memandang kenaikan tarif royalti diterbitkan di tengah tren harga sejumlah komoditas yang menurun.
Beban biaya tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap kelancaran produksi perusahaan. Untuk itu, perusahaan dipastikan akan menghitung ulang rencana investasi ke depannya.
“Sayangnya, PP No. 19/2025 akan menekan biaya operasional perusahaan yang sudah terbebani dengan naiknya beban biaya produksi sebagai dampak dari beberapa regulasi/kebijakan yang diterbitkan pemerintah sebelumnya,” kata Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia saat dihubungi.
Kecelakaan Tambang
Salah satu insiden paling menggemparkan di sektor minerba yakni longsornya tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) milik Freeport Indonesia pada 8 September 2025.
Material lumpur basah masuk ke terowongan menjebak tujuh pekerja kontraktor, yang kemudian semuanya ditemukan meninggal dunia setelah operasi pencarian selama hampir sebulan.
Akibat insiden itu, operasional seluruh tambang Freeport sempat diberhentikan.
Saat ini hanya tambang Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan saja yang dapat beroperasi, dua tambang tersebut dapat memproduksi 70.000 ton konsentrat per hari atau setara 30% dari total kapasitas produksi tambang sebesar 210.000 ton per hari.
Dengan begitu, volume konsentrat yang diproduksi perusahaan baru dapat memenuhi sebagian kebutuhan smelter PT Smelting di Gresik.
Gegara hal tersebut, smelter perusahaan di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur baru dapat beroperasi pada kuartal II-2026. Freeport menargetkan tanggal tersebut, mengikuti jadwal pembukaan kembali operasi tambang GBC pada akhir kuartal I-2026.
“Khusus kejadian kecelakaan longsornya tambang bawah tanah Freeport yang terjadi beberapa bulan yang lalu itu merupakan kejadian luar biasa yang luput dari mitigasi yang telah dilakukan oleh para ahli tambang bawah tanah,” ungkap Rizal.
Selain itu, pada akhir Mei 2025, sebuah tambang Galian C di Gunung Kuda, Cirebon mengalami longsor hingga menewaskan setidaknya 17 orang, sementara puluhan lainnya luka-luka.
Tambang Ilegal
Di sisi lain, pemerintah juga menggulirkan kebijakan untuk ‘melegalkan’ aktivitas tambang ilegal melalui pemberian izin pertambangan rakyat (IPR), maupun memperbolehkan koperasi hingga ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39/2025, unit usaha mikro tersebut diperbolehkan mengelola tambang melalui mekanisme pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di tambang mineral logam dan batu bara.
Dijelaskan bahwa luas WIUP mineral logam atau WIUP batu bara untuk koperasi dan badan usaha kecil dan menengah diberikan paling luas 2.500 hektare (ha).
Kemudian, ketentuan pemberian WIUP mineral logam dan bara prioritas untuk ormas keagamaan tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2025
Dalam Pasal 28 ayat 1 dijelaskan bahwa BU ormas keagamaan dapat mengajukan WIUP mineral logam maksimal 25.000 hektar (ha) dan WIUP batu bara maksimal seluas 15.000 ha.
Terdapat syarat administratif, teknis, dan pernyataan komitmen yang harus dipenuhi ormas keagamaan. Salah satunya saham BU dimiliki paling sedikit 67% oleh ormas keagamaan.
Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) memandang langkah tersebut baru dapat efektif menekan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) jika diterapkan secara selektif dan melalui pengawasan ketat.
“Jadi legalisasi tidak boleh dimaknai sebagai pemutihan pelanggaran, tetapi sebagai transisi menuju tambang rakyat yang tertib dan akan memberikan manfaat bagi rakyat serta kontribusi pada negara,” kata Ketua Umum Perhapi, Bisman Bakhtiar saat dihubungi Bloomberg Technoz.
Arah 2026
Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno menegaskan kementeriannya berencana memangkas produksi sejumlah komoditas tambang seperti nikel dan batu bara dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2026.
Dia berharap langkah tersebut dapat membuat harga komoditas pertambangan menguat nantinya.
“Mudah-mudahan ada pergerakan harga,” kata Tri ketika ditemui di Kementerian ESDM, Rabu (24/12/2025).
Sementara itu, analis komoditas berpandangan harga komoditas tambang seperti nikel, tembaga, hingga batu bara akan stabil pada 2026 lantaran Indonesia berpotensi memangkas volume produksi yang disepakati dalam RKAB 2026.
Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey menilai RKAB 2026 berpotensi menurunkan volume produksi minerba karena adanya oversupply di pasar global yang signifikan, sekaligus untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan domestik.
“Agar utilisasi smelter dan pendapatan penambang tetap stabil,” kata Andhika saat dihubungi.
Bagi komoditas nikel, kata dia, produksi akan lebih terkendali dan harga nikel tahun depan berpeluang stabil di level yang lebih tinggi. Namun, smelter yang bergantung pada pasokan dari penambang-penambang kecil akan terdampak dari keterbatasan pasokan bijih.
Sementara itu, untuk harga batu bara bakal stabil karena pemerintah tidak ingin kinerja si batu hitam tersebut jatuh lebih dalam di pasar domestik serta ekspor batu bara.
Andhika memproyeksikan harga batu bara berada di rentang US$110—US$115 per ton pada 2026. Sementara itu, harga nikel sekitar US$14.000—US$15.000 per ton. Kemudian, harga tembaga di level US$5/pon.
--- Dengan asistensi Azura Yumna Ramadani Purnama.
(red/naw)































