Logo Bloomberg Technoz

Bahlil menerangkan langkah menghentikan impor solar itu berdasar pada kapasitas produksi domestik yang bakal naik setelah beroperasinya Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Kilang Balikpapan.

Selain itu, Bahlil menambahkan, kementeriannya bakal mengerek bauran solar dengan biodiesel sebesar 50% pada paruh semester II-2026.

“Jadi mulai tahun depan Indonesia tidak lagi melakukan impor solar karena antara konsumsi dan produksi kita sudah cukup,” kata Bahlil.

Sebuah truk mengisi bahan bakar Solar di SPBU Pertamina./Bloomberg-Dimas Ardian

Selepas penerapan B50, Bahlil memperkirakan, produksi solar domestik bakal surplus sekitar 4 juta ton nantinya. Menurut dia, posisi surplus solar itu bisa diubah menjadi produk avtur.

“Pada 2026, insyallah Solar kita sudah clear, avturnya juga bisa kita produksi dalam negeri,” kata dia.

Kendati demikian, rencana operasi komersial RDMP Balikpapan kembali molor dari tenggat yang dipatok pada Rabu (17/12/2025).

Megaproyek kilang yang diharapkan dapat mengerek kapasitas produksi Solar domestik itu memerlukan waktu sinkronisasi dan pengujian antarsistem lebih lama dari perkiraan awal Kementerian ESDM.

“Masih perlu sinkronisasi dan pengujian antarsistem di RDMP,” kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung ketika dimintai konfirmasi Bloomberg Technoz, Senin (15/12/2025).

Yuliot belum dapat memastikan jadwal baru peresmian Kilang Balikpapan tersebut. Dia hanya menyampaikan agenda peresmian akan bergantung pada pengecekan yang dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

Nantinya, pengecekan yang dilakukan tersebut akan menentukan apakah RDMP Balikpapan sudah siap untuk diresmikan dan beroperasi komersial atau belum.

Mengutip data Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, pada 2020 saat program B30 mulai diterapkan secara penuh, volume pemanfaatan biodiesel mencapai 8,4 juta kl.

Impor solar pada 2020 tercatat sebesar 3,18 juta kl, lalu penghematan devisa gegara B30 dikalkulasikan mencapai US$2,64 miliar atau Rp38 triliun.

Setahun kemudian, pada 2021, pemerintah masih mengimplementasikan biodiesel B30, tetapi volumenya naik menjadi 9,3 juta kl, sedangkan impor solar turun menjadi 3,19 juta kl.

Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, efisiensi devisa dari program biodiesel B30 pada tahun tersebut mencapai US$4,62 miliar atau sekitar Rp66 triliun,

Pada 2022, pemerintah masih mengimplementasikan B30, kali ini konsumsi biodiesel meningkat menjadi 10,44 juta kl. Akan tetapi, impor solar justru tercatat naik menjadi 5,27 juta kl. Pemerintah memperkirakan penghematan devisa mencapai US$6,61 miliar atau Rp122 triliun.

Memasuki 2023, pemerintah memperluas mandatori biodiesel dari B30 menjadi B35. Implementasi program B35 membuat volume biodiesel melonjak menjadi 12,28 juta kl, sementara impor solar turun tipis menjadi 5,14 juta kl. Dari capaian tersebut, penghematan devisa tercatat US$7,92 miliar atau Rp120,8 triliun.

Selanjutnya, pada 2024 pemerintah masih mempertahankan bauran biodiesel B35, realisasi pemanfaatan biodiesel mengikat ke kisaran 13,15 juta kl, tetapi impor solar tercatat sebesar 7,58 juta kl. Pemerintah mengklaim berhasil menghemat devisa sebesar US$7,86 miliar atau Rp124,28 triliun gegara B35.

Pada tahun ini, campuran biodiesel ditingkatkan menjadi 40% atau dikenal dengan program B40. Serapan B50 ditargetkan mencapai 15,6 juta kl, dengan perincian 7,55 juta kl diperuntukkan untuk segmen public service obligation (PSO), sedangkan sisanya atau sebanyak 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.

Lewat program B40 itu, Kementerian ESDM membidik penghematan devisa pada tahun ini  sebesar Rp147,5 triliun, sedangkan impor solar pada tahun ini, diperkirakan melandai ke angka 4,9 juta kl.

(azr/wdh)

No more pages