Logo Bloomberg Technoz

Kedua, perubahan status pengemudi ojol menjadi pekerja harus diikuti dengan pengambilalihan perusahaan platform seperti Gojek dan Grab oleh negara dengan melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

Hal ini, menurutnya, untuk memastikan agar semua pengemudi ojol tetap bekerja dan tidak terjadi PHK setelah terjadinya perubahan status menjadi pekerja. Di sisi lain, langkah tersebut untuk menepis kekhawatiran yang selama ini dinyatakan oleh perusahaan platform bahwa akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bila terjadi perubahan status menjadi pekerja.

Ketiga, Perpres harus menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja bagi pengemudi ojol, taksol dan kurir seperti upah minimum layak, waktu istirahat dan hari libur, jam kerja 8 jam, upah lembur, cuti haid dan melahirkan, fasilitas bagi disabilitas, Tunjangan Hari Raya (THR), Jaminan Sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan, dan Kesehatan, membentuk serikat pekerja, melakukan perundingan bersama agar tidak ada sanksi suspend dan putus mitra sepihak. 

Keempat, potongan platform maksimal 10% dan secara bertahap dihapuskan karena tidak relevan dengan perubahan status pengemudi ojol menjadi pekerja. 

“Demikian juga penghapusan skema prioritas dan diskriminatif yang menurunkan pendapatan pengemudi ojol karena order tidak merata seperti tarif hemat, slot, hub, tingkatan atau level,” jelas Lily. 

Hanya Mampu Serap 10%

Ditemui terpisah, Maxim Indonesia mengakui akan ada potensi PHK secara massal terkait wacana driver ojol menjadi karyawan tetap dalam Perpres yang bakal mengatur mengenai pengemudi ojek online.

Direktur Pengembangan Maxim Indonesia Dirhamsyah menyampaikan Maxim hanya mampu mengangkat 10% dari total driver yang ada saat ini. Artinya, dari sekitar 800.000 driver, Maxim hanya mampu mengangkat sekitar 80.000 driver menjadi karyawan tetap. 

“Yang bisa kita serap mentok-mentoknya paling hanya 10%. Udah kebayang dari situ langsung ratusan sampai jutaan orang langsung bisa kehilangan pekerjaan,” kata Dirhamsyah ditemui di sela diskusi di Maxim Hall, Kamis (11/12/2025). 

Dia mengatakan pihaknya menolak wacana driver ojol menjadi karyawan dan lebih memilih mitra atau gig worker. Hal itu, menurutnya juga sejalan dengan program Kementerian Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ingin menjadikan driver ojol mitra UMKM. 

“Karena memang kalau misalnya ini semua kita jadikan status karyawan, implikasinya kan udah jelas sih kita bakal melakukan pengurangan yang sangat ekstrem ya. Kedua dari segi umur kita pasti akan menentukan,” ujarnya. 

Ketika mitra driver yang berubah menjadi karyawan, nantinya perseroan juga akan meminta status pendidikan dan lainnya. Pasalnya, tidak banyak mitra driver ojol yang memiliki latar pendidikan tinggi. 

“Makanya itu [driver ojol jadi karyawan] agak kurang cocok. Dan akan malah lebih memperparah [situasi] sih sebenarnya.Jadi overall sih kita masih lebih prefer dengan status kemitraan,” jelas dia. 

Sementara itu, Kementerian Perhubungan memastikan bahwa tarif ojol akan disesuaikan. Penyesuaian tarif sudah menjadi kebutuhan mendesak karena selama 5 tahun terakhir tidak pernah ada revisi. Nantinya pemerintah akan menerbitkan Perpres ojol. 

“Tarif kita akan menyesuaikan dari perkembangan faktor-faktor pembentuk tarif yang baru kita akan menyesuaikan,” kata Kepala Direktorat Angkutan Tidak Dalam Trayek Kementerian Perhubungan Utomo Harmawan ditemui di sela diskusi di Maxim Hall, Kamis (11/12/2025). 

“Kita lagi godok, kita lagi kaji. Akademisi kita undang, pengamat transportasi kita undang, kita butuh masukan.”

Dia menambahkan, Kemenhub tengah menyusun skema tarif baru dengan mempertimbangkan dua faktor, yakni kenaikan UMR dan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Kami sepakat dan di regulasi kami ini kita sudah menyusun penyusunan tarif berdasarkan kenaikan harga UMR dan kenaikan harga BBM, itu kami sepakat," tuturnya.

(ell)

No more pages