Logo Bloomberg Technoz

"Mungkin selama ini, entah apakah kita ini abai atau sedikit lalai menafikan jati diri ekonomi Indonesia yang diatur di Pasal 33 UUD 1945, yang memang pengelolaan kekayaan alam itu tujuan utama sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Itu peran negara yang memang dominan," tutur dia.

Namun, bima menggarisbawahi jika biaya produksi nikel, termasuk pengolahannya di Indonesia menjadi paling yang sangat ekonomis. Tetapi, kata dia, proses itu kerap menuai permasalahan maupun hambatan dari sisi birokrasi.

Bimo lantas mencontohkan, hambatan itu meliputi banyaknya perizinan yang berbiaya tinggi, berbelit dan harus 'mengetuk jendela' di lingkungan pemerintahan yang tidak sedikit.

"Kita buka-bukaan aja. Ekonomi biaya tinggi, perizinan biaya tinggi. Mau ada inisiasi DPMPTSP [Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu] ternyata harus masuk jendela-jendela [lain]," tutur dia.

"Harus mengetuk 'jendelanya buka, dong'. Harus ada pelancar-lancar, pelicin-pelicin di jendela itu, mau di Kabupaten/Kota, Provinsi, Kementerian."

Belakangan, Pemerintah memang tengah merencanakan tarif tambahan khusus untuk komoditas minerba, terkhusus batu bara lewat pengenaan bea keluar sebagai upaya dongkrak penerimaan negara.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pengenaan bea keluar direncanakan akan berkisar antara 1% hingga 5%.

Purbaya juga turut menjelaskan sejumlah alasan terkait rencana penerapan bea keluar bagi komoditas mineral tersebut.

Tujuan tersebut, kata dia, tak lain berdasarkan Undang-undang Nomor 17/2006 tentang Kepabeanan. Dalam beleid itu, pengenaan bea keluar diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara hingga melindungi industri dalam negeri.

“Bea Keluar bertujuan antara lain untuk menjaga ketersediaan supply di dalam negeri dan atau menstabilkan harga komoditas,” jelas Purbaya dalam rapat bersama Komisi XI DPR.

“Penerimaan bea keluar dipengaruhi oleh volume produksi komoditas, terutama harga komoditas,” tutur dia.

(lav)

No more pages