Logo Bloomberg Technoz

Kedua, ia menilai pemotongan transfer ke daerah (TKD) dalam APBN 2026 juga akan menjadi tantangan. Lantaran sekitar 2/3 provinsi sangat tergantung TKD untuk menopang APBD. Ketergantungan kabupaten/kota lebih tinggi, bahkan banyak yang membelanjakan 80-85% APBD untuk belanja rutin.

Sehingga, pemangkasan TKD hingga 17,7% dapat menyebabkan Pemda kesulitan fiskal, bahkan sekedar untuk belanja rutin. Di sisi lain, pemangkasan ini berisiko membuat layanan dasar tersendat, proyek daerah berhenti, hingga pemangkasan pegawai honorer. Kondisi ini dinilai akan mengurangi kontribusi daerah sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

Ketiga potensi bencana alam. Lebih lanjut, Wijayanto menuturkan tren frekuensi bencana terus meningkat, sementara alokasi anggaran BNPB justru turun. Minimnya kapasitas daerah akibat pemotongan TKD membuat mitigasi bencana semakin lemah. Jika terjadi bencana besar, dampaknya bisa langsung menekan aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat.

"Anggaran BNPB justru terus menurun, secara parallel pemangkasan TKD membuat Pemda semakin tidak berdaya mencegah bencana dan membantu rakyat saat bencana terjadi," tegasnya. 

Keempat, dramatisasi pemberantasan korupsi. Wijayanto menyoroti metode perhitungan kerugian negara yang dianggap spekulatif sehingga nilai kasus korupsi tampak sangat besar dan menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha serta investor. 

Beberapa kenjanggalan menurutnya, seperti;

1. Korupsi Timah Rp 300 T, (Rp 271 T adalah keruskan lingkungan), padahal PDRB Babel hanya Rp 75 triliun;

2. Korupsi Oplosan Pertalite Rp 968 T (2018-2023), padahal dalam periode tersebut total subsidi BBM + Elpiji hanya Rp806 T, dan total penjualan Pertalite hanya Rp 1.122 T. 

3. Korupsi ASDP: ASDP menilai target akusisi dengan metode DCF, APH menganggap besi tua (Rp 5.000/kg). Perbedaan valuasi sebesar Rp 1,27 T dianggap kerugian negara.

"Efeknya merusak reputasi bangsa, memperburuk index korupsi, menimbulkan public apathy, pengusaha takut berbisnis dan investor takut berinvestasi; Pertumbuhan PDB tertekan ke bawah," tekananya. 

Terakhir, BUMN sakit dan penugasan yang tidak realistis. Menurutnya, sebagian besar BUMN, terutama yang berada di bawah Danantara (holding BUMN baru), dinilai belum dalam kondisi sehat. Namun, mereka justru diberi penugasan yang dinilai tidak realistis, seperti proyek peternakan ayam atau waste-to-energy.

"95% Dividen dihasilkan dari 8 BUMN, khususnya 4 bank; ini menggambarkan bahwa mayoritas dari 1.000 BUMN hidup sulit," jelasnya. 

"Danantara perlu diberi ruang berkreasi dan berinovasi, jika ingin ia lahir sebagai Temasek/Khazanah versi Indonesia dalam 10 tahun mendatang," pungkasnya.

(ain)

No more pages