Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Kacaribu mengatakan, dalam revisi itu, eksportir juga wajib mengonversi dolar hasil ekspor yang sebelumnya 100% harus ke rupiah, menjadi paling banyak 50%.
Namun, untuk kewajiban penempatan DHE tetap diberlakukan sebesar 100% dengan jangka waktu sesingkat-singkatnya minimal selama 12 bulan.
"Itu kita turunkan jadi 50% supaya lebih banyak likuiditas valas yang dari DHE itu beredar di Indonesia," kata Febrio. "[Untuk periode retensi] 12 bulan masih sama."
Rencana revisi aturan DHE SDA itu sebelumnya juga telah mencuat usai adanya rapat terbatas (ratas) Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah kabinetnya pada di Kertanegara, Minggu (12/10/2025) lalu.
Selain DHE, dalam pertemuan itu, pemerintah juga turut membahas kondisi dan stabilitas sistem keuangan serta sistem perbankan nasional.
"Jadi tadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap penerapan DHE,” ujar Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi kepada wartawan.
Untuk diketahui, Prabowo sebelumnya memang telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).
Beleid yang berlaku mulai 1 Maret lalu itu mewajibkan eksportir menyimpan 100% DHE di dalam negeri dalam jangka waktu satu tahun, yang diharapkan mampu menambah setoran DHE hingga US$80 miliar - US$100 miliar.
Namun, belakangan, aturan itu dinilai belum cukup efektif dalam mencapai tujuan utamanya, yakni peningkatan cadangan devisa negara.
(ibn/roy)



























