Logo Bloomberg Technoz

Bursa Asia yang bergerak variatif menjadi cerminan sikap investor yang wait and see. Satu yang ditunggu adalah pengumuman suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve pekan ini.

Investor bertaruh The Fed bakal menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5-3,75% dalam rapat Desember. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan ke arah sana mencapai 87,2%.

Akan tetapi, perlu dicatat bahwa masih ada kemungkinan Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan sejawat bisa saja mempertahankan Federal Funds Rate di 3,75-4%. Apalagi data terbaru menunjukkan ekonomi Negeri Paman Sam masih relatif solid.

Universitas Michigan mengumumkan sentimen konsumen pada Desember diperkirakan berada di 53,3. Naik dibandingkan November yang sebesar 51, yang menjadi catatan terendah kedua dalam sejarah.

Sementara laju inflasi dalam setahun ke depan diperkirakan berada di 4,1%. Lebih rendah ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu 4,5% dan menjadi yang terendah sejak Januari.

Kemudian US Bureau of Economic Analysis merilis angka inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) periode September. Rilis yang tertunda gara-gara pemerintahan Presiden Donald Trump sempat mengalami shutdown selama lebih dari 40 hari.

Pada September, inflasi PCE berada di 0,3% month-to-month (mtm). Sama seperti bulan sebelumnya dan sesuai dengan ekspektasi pasar.

Sedangkan laju inflasi PCE secara tahunan (year-on-year/yoy) ada di 2,8% pada Agustus. Ini menjadi yang tertinggi dalam lima bulan meski sesuai dengan perkiraan pasar.

Jadi meskipun sentimen di tingkat konsumen membaik, tetapi tekanan inflasi masih ada. Ini bisa membuat The Fed berpikir ulang untuk menurunkan suku bunga acuan karena target 2% masih jauh panggang dari api. 

Apalagi jika bicara 2026. Outlook terhadap arah kebijakan The Fed menjadi sulit ditebak.

“Secara umum, data yang ada konsisten dengan perkiraan penurunan suku bunga acuan 25 bps pekan ini. Namun sepertinya The Fed tidak ada urgensi untuk mempercepat pelonggaran kebijakan moneter pada 2026,” sebut Ian Lyngen dari BMO, seperti diberitakan Bloomberg News.

(aji)

No more pages