Logo Bloomberg Technoz

“Sudah jelas bahwa saat ini dalam AI, ini adalah perlombaan dua kuda — AS dan China,” kata Helberg. “Kami ingin memiliki hubungan yang positif dan stabil dengan China, tetapi kami juga siap bersaing, dan kami ingin memastikan perusahaan-perusahaan kami dapat terus membangun teknologi transformatif tanpa menghadapi ketergantungan yang bersifat koersif.”

Inisiatif baru ini melanjutkan upaya panjang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya dalam membangun rantai pasok mineral kritis yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara-negara Barat pada China. Pada pemerintahan Trump pertama, Departemen Luar Negeri meluncurkan Inisiatif Tata Kelola Sumber Daya Energi AS untuk mengamankan rantai pasok mineral penting seperti litium dan kobalt. Pemerintahan Biden kemudian membentuk Minerals Security Partnership yang bertujuan menyalurkan investasi asing dan keahlian Barat ke sektor pertambangan negara-negara berkembang.

Namun, AS dan negara-negara lain hingga kini belum mampu melepaskan diri dari dominasi China dalam pasokan logam tanah jarang. Menurut International Energy Agency, China menguasai lebih dari 90% kapasitas pemurnian rare earth dan magnet permanen global, jauh di atas Malaysia yang berada di posisi kedua dengan 4%.

China mengumumkan kontrol ekspor baru untuk rare earth pada awal Oktober, sebelum menyetujui penangguhan selama satu tahun setelah pertemuan antara Trump dan Presiden Xi Jinping.

Helberg mengatakan bahwa berbeda dari inisiatif era Biden yang melibatkan lebih dari selusin negara inti, fokusnya kini lebih sempit pada negara-negara produsen. Jika inisiatif pada pemerintahan Trump sebelumnya berfokus pada mineral kritis, hal itu terjadi sebelum hadirnya platform AI seperti ChatGPT. Karena itu, rencana baru ini akan mencakup seluruh lapisan teknologi yang mendukung AI, bukan hanya satu aspek, ujarnya.

Helberg, 36, sebelumnya adalah penasihat senior bagi CEO Palantir Alex Karp, dan juga turut mendirikan Hill and Valley Forum, wadah pertemuan para pemimpin teknologi dan anggota legislatif AS yang fokus pada isu keamanan nasional, khususnya persaingan dengan China serta perkembangan teknologi AI dan lainnya.

Ia menggambarkan kerja sama dengan negara-negara sekutu dalam inisiatif AI ini sebagai strategi “berpusat pada Amerika”, bukan sekadar respons terhadap China.

“Negara-negara yang berpartisipasi memahami dampak transformatif AI, baik bagi ukuran ekonomi suatu negara maupun bagi kekuatan militernya,” katanya. “Mereka ingin menjadi bagian dari ledakan AI tersebut.”

(bbn)

No more pages