“Karena kan kita lihat ini, khususnya untuk tambang-tambang yang tidak melakukan good mining practices yang memang rusak terhadap ekosistem dan lingkungan,” ucap Anggia.
Tambang Martabe
Salah satu aktivitas pertambangan di Sumatra yang tengah disorot yakni tambang emas Martabe.
Wamen ESDM Yuliot Tanjung membantah tudingan aktivis lingkungan yang menyatakan tambang emas Martabe milik entitas PT United Tractors Tbk. (UNTR)—PT Agincourt Resources (PTAR)—memperparah banjir bandang yang terjadi di Sumatra Utara.
Serupa seperti pernyataan PTAR, Yuliot menyatakan wilayah kerja tambang emas Martabe berada jauh dari lokasi terjadinya banjir bandang.
“Enggak, katanya wilayah kerjanya jauh,” kata Yuliot saat membantah aktivitas tambang tersebut memperparah banjir di Sumut, kepada awak media, di kantor Kementerian ESDM, Senin (1/12/2025).
Manajemen PTAR juga membantah aktivitas tambang perusahaan memperparah bencana banjir di Sumut, sebab operasi tambang dijalankan dengan meminimalkan dampak lingkungan serta mematuhi peraturan yang berlaku.
Senior Manager Corporate Communications PTAR Katarina Siburian Hardono menjelaskan operasional tambang telah mencakup upaya mitigasi banjir, serta memastikan konservasi hutan dan keanekaragaman hayati di area tambang dan sekitarnya.
Dia juga mengklaim lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada di daerah aliran sungai (DAS) Garoga yang berbeda dan tidak terhubung dengan lokasi PTAR beroperasi di DAS Aek Pahu.
“Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir,” kata Katarina ketika dimintai konfirmasi Bloomberg Technoz, Senin (1/12/2025).
Katarina menyatakan, berdasarkan pemantauan perusahaan, banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi merupakan dampak cuaca ekstrem yang dipicu siklon tropis Senyar yang melanda wilayah Sumut.
Adapun, Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sumut mencatat terdapat 8 kabupaten/kota di Sumut yang terdampak banjir bandang dan longsor, banjir terparah terjadi di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.
Walhi menyatakan bencana tersebut paling parah melanda wilayah yang berada di ekosistem Harangan Tapanuli atau Ekosistem Batang Toru– salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumut.
Berdasarkan data citra satelit pada 2025, Walhi mencatat pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli yakni di Batang Toru, Tapanuli Selatan sangat masif terjadi. Lokasi tersebut padahal memiliki nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi.
“Tak jauh dari lokasi penambangan emas, muncul pada 2025 lahan gundul yang luas di daerah Tapanuli Tengah,” tulis Walhi Sumut dalam akun Instagram resminya.
(azr/wdh)






























