Bloomberg Technoz, Jakarta - Animo pemodal asing masih cukup tinggi di tengah selisih imbal hasil investasi surat utang negara RI yang sejauh ini relatif sempit dibandingkan yield spread obligasi negara emerging market lain.
Di satu sisi itu menguntungkan negara karena biaya pembiayaan melalui penerbitan surat utang menjadi lebih rendah. Akan tetapi, bila selisih imbal hasil kalah bersaing dengan emerging market lain, ada risiko pelepasan aset rupiah oleh investor asing.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan dalam kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi, Indonesia sejauh ini termasuk negara yang masih dinilai stabil dan positif bahkan mencatat pertumbuhan impresif.
"Ini saya konfirmasi dengan pertemuan investment fund dua hari lalu di Paris dan London," kata Sri dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2023, Senin (26/6).
Premi risiko investasi masih stabil dan relatif rendah. Ini yang membuat animo asing masih terjaga tinggi ke pasar keuangan domestik. Sri menyebut, aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik mencapai US$ 10,4 miliar dalam bentuk saham dan obligasi. Hingga 21 Juni lalu, nilai capital inflow di pasar obligasi negara tercatat Rp80,7 triliun sejak awal 2023.
"Kinerja SBN kita dengan capital inflow yang masih tumbuh positif, menjadikan SBN kita sangat kompetitif dan diburu oleh investor," jelas Sri.
SBN masih menjadi buruan asing tecermin dari gelar lelang di pasar primer yang terus dibanjiri oleh pemodal, termasuk nonresiden.
Animo yang masih tinggi itu membuat yield curve atau selisih imbal hasil antara SUN dan US treasury saat ini terbilang cukup sempit yaitu di bawah 300 bps, sekitar 254 bps. Selisih itu masih lebih rendah dibandingkan Filipina dan India yang dinilai memiliki kinerja ekonomi relatif baik sebagai benchmark RI.
Negara emerging market lain seperti negara-negara Amerika latin juga Afrika selatan mencatat selisih imbal hasil yang sangat lebar. Brasil misalnya yield spread mencapai 723 bps, lalu Meksiko 487 bps dan Afrika Selatan 815 bps.
"Ini adalah kinerja yg tidak mudah, karena dalam kondisi suku bunga yang terus naik maka semua negara harus membayar sangat tinggi dampak dari lingkungan global yang mengalami guncangan dan memburuk," jelas Sri.
Dari sisi pemerintah selaku penerbit surat utang, yield yang rendah membuat biaya dana (cost of fund) menjadi lebih murah. Akan tetapi, penting untuk menjadi kewaspadaan bila yield spread kalah dengan negara sekelompok, itu bisa membuka risiko modal asing pergi dan parkir di aset emerging lain yang memberi yield spread lebih tinggi.
(rui)