Beijing akan "mempromosikan kerja sama yang saling menguntungkan dan pemanfaatan mineral kritis secara damai," kata Li, berjanji negaranya akan "melindungi kepentingan negara-negara berkembang, sambil secara bijaksana menangani penggunaan militer dan lainnya."
Presiden Xi Jinping memanfaatkan dominasi negaranya atas logam tanah jarang yang vital untuk memproduksi segala hal, mulai dari rudal hingga ponsel, dalam upayanya melindungi ekonomi China dari tarif tinggi Donald Trump. Kedua pemimpin tersebut absen dalam KTT akhir pekan lalu, sehingga pejabat nomor dua China harus menjawab pertanyaan tentang balasan perang dagang Beijing.
Bahkan sebelum perundingan dimulai, G-20 melontarkan kritik terselubung terhadap China dalam deklarasi bersama, menyoroti "tindakan perdagangan sepihak" yang membatasi akses ke mineral kritis—masalah yang terus-menerus dihadapi negara-negara industri manufaktur, seperti Jerman dan Jepang.
Dokumen tersebut juga memuat janji akan membuat pedoman sukarela guna memastikan sumber daya mineral kritis "menjadi pendorong kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan," yang mencerminkan kekhawatiran negara-negara berkembang.
"Negara-negara tidak hanya ingin China atau AS datang dan mengebor lubang," jelas Kevin Gallagher, profesor kebijakan pengembangan global di Universitas Boston. "Mereka ingin China dan AS, sebagai imbalan atas akses ke mineral-mineral ini, menawarkan investasi dalam pengolahan."
Menegaskan poin tersebut, Presiden Luiz Inácio Lula da Silva menegaskan Brasil menolak hanya menjadi pemasok bahan baku. "Kami tidak akan hanya menjadi eksportir, tetapi juga mitra dalam rantai nilai global mineral kritis," ungkap Lula dalam pidatonya.
Dalam konferensi pers setelah KTT berakhir, China mengumumkan detail jawabannya atas masalah tersebut, meluncurkan inisiatif pertambangan hijau dengan 19 negara—termasuk Kamboja, Nigeria, Myanmar, dan Zimbabwe yang kaya sumber daya—bersama Organisasi Pengembangan Industri PBB.
Namun, dalam dokumen yang minim rincian tersebut, Beijing tidak berkomitmen untuk memberikan angka dolar apa pun pada program tersebut.
Inisiatif ini bertujuan untuk membangun jaringan inklusif guna melindungi penambangan mineral kritis yang "adil dan wajar, stabil, dan lancar," kata media pemerintah China.
PM Irlandia Micheal Martin mengatakan diskusi di KTT G-20 mengenai isu mineral tersebut telah memberi keyakinan. "Saya berharap melalui pertemuan dan forum ini, kita dapat menghindari situasi serupa di masa depan dan memiliki akses yang sesungguhnya terhadap mineral tanah jarang," ujarnya kepada wartawan.
Negara-negara Eropa terpukul keras akibat keputusan China yang mewajibkan lisensi ekspor logam untuk keperluan militer. Sejumlah pemimpin dari Prancis, Jerman, Inggris, dan Irlandia diperkirakan akan bertolak ke China dalam beberapa bulan mendatang. Akses ke tanah jarang kemungkinan besar menjadi prioritas utama agenda mereka.
China dan AS masih dalam tahap finalisasi negosiasi untuk memberikan "lisensi umum" yang akan membebaskan aliran logam tanah jarang, setelah bulan lalu Xi mencapai gencatan perdagangan dengan Trump, yang menyebut perjanjian itu sebagai kesepakatan bagi seluruh dunia.
PM Italia Giorgia Meloni menekankan kepada PM China pentingnya mengamankan rantai pasokan untuk "komponen-komponen esensial bagi produksi industri," bunyi pernyataan resmi Italia pada Sabtu. Tidak jelas bagaimana Li menanggapinya karena pernyataan China tidak menyebut pembahasan tersebut.
Saat KTT berakhir dalam jumpa pers bersama pejabat China, Wakil Menteri Hubungan Internasional dan Kerja Sama Afrika Selatan, Thandi Moraka mengatakan bahwa bagi banyak negara Afrika, prioritasnya adalah memperkuat kemampuan teknis mereka.
"Banyak negara berkembang yang kaya akan mineral, terutama di benua Afrika kami, belum sepenuhnya merasakan keuntungan karena kurangnya investasi," imbuhnya.
(bbn)































