“Jadi publisher itu bertanggung jawab dengan aturan yang kita buat, dia melakukan assessment terhadap game yang mereka keluarkan," tambahnya.
Dia menekankan, tujuan pemerintah membatasi penggunaan game online bukan untuk mematikan kreativitas. Namun, akan dilakukan pemilahan terhadap game yang memberikan paparan negatif terhadap pengguna.
"Kita akan membatasi penggunaan game online tapi tidak mematikan kreativitas. Karena game online ini memang selain ada dampak negatifnya, tapi juga ada game online yang membangun kreativitas dan juga meningkatkan kecerdasan," tuturnya.
"Presiden Prabowo melihatnya secara reflektif dan balance, tidak reaktif langsung tapi balance. Merefleksikan bahwa game itu ada sisi negatifnya tapi ada hal juga yang kita bisa ambil sisi baiknya," pungkasnya.
Wacana pembatasan game online bermula dari pernyataan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang mengutip Presiden Prabowo Subianto.
Disebutkan, berkaca dari kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, ada kajian hal ini dipengaruhi oleh game online seperti PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).
Game online diduga dapat membuat generasi muda terbiasa menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar mengatakan pengawasan game oline bakal berlaku secara luas, tidak hanya pada satu jenis game seperti PUBG.
Sabar menjabarkan bahwa IGRS adalah sistem klasifikasi game berbasis risiko dan kategori usia yang menjadi acuan resmi dalam pengawasan dan peredaran game online di Indonesia.
“Sistem ini memastikan setiap game memiliki label usia yang jelas dan sesuai dengan ketentuan pelindungan anak di ruang digital,” tambah dia.
Setiap bentuk konten dalam game online yang memuat kekerasan, ujaran kebencian, atau mendorong perilaku berisiko akan ditindaklanjuti Komdigi sesuai kewenangan yang diatur dalam UU ITE, PP PSTE, dan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020.
(mef/naw)

































