Pendapatan Pegadaian naik dari Rp26,66 triliun menjadi Rp61,06 triliun, namun sebagian besar kenaikan berasal dari penjualan emas yang meroket dari Rp11,58 triliun menjadi Rp41,30 triliun.
Masalahnya, beban harga pokok penjualan emas ikut meningkat drastis dari Rp11,12 triliun menjadi Rp40,05 triliun. Artinya margin kotor dari lini bisnis emas sangat tipis, dan ketergantungan berlebihan pada aktivitas trading emas, bukan pada bisnis gadai inti, menyimpan risiko volatilitas harga komoditas.
Di titik ini, Pegadaian tampak makin menjauh dari positioning sebagai perusahaan gadai, dan lebih menyerupai pedagang emas besar yang rentan fluktuasi.
Beban usaha Pegadaian melonjak dari Rp20,89 triliun menjadi Rp53,66 triliun, atau naik hampir Rp33 triliun.
Beban pegawai naik dari Rp3,44 triliun menjadi Rp4,87 triliun dan merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) juga naik signifikan dari Rp733 miliar menjadi Rp1,14 triliun.
Lonjakan CKPN mengindikasikan meningkatnya risiko gagal bayar, terutama pada portofolio pinjaman yang ikut naik menjadi lebih dari Rp107 triliun (bruto).
Selain itu, meskipun laba tercatat sebesar Rp5,67 triliun, arus kas operasi justru minus Rp12,47 triliun.
Skandal Sejumlah Kasus Pegadaian
Sejumlah kasus yang melibatkan pegawai dan agen mitra Pegadaian muncul sepanjang 2025 di beberapa daerah. Kasus tersebut mencakup dugaan korupsi pengelolaan emas, kredit fiktif, hingga penipuan gadai oleh agen mitra.
Di Bekasi Timur, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi pada 25 September 2025 menetapkan seorang pegawai berinisial OA sebagai tersangka dugaan korupsi pengelolaan barang jaminan.
OA diduga memindahkan logam mulia antar-unit layanan untuk mengakali proses audit internal. Audit mencatat potensi kerugian sekitar Rp748,8 juta.
Di Batam, Kejaksaan Negeri Batam pada 21 Mei 2025 menetapkan seorang pegawai Pegadaian Syariah Cabang Karina berinisial R sebagai tersangka kasus kredit mikro fiktif.
Tersangka diduga menggunakan data pribadi warga tanpa sepengetahuan pemilik dan mencairkan dana kredit secara ilegal. Nilai kerugian mencapai sekitar Rp3,9 miliar.
Kasus terbesar terjadi di Pamekasan, Jawa Timur. Kejaksaan Negeri Pamekasan menetapkan dua tersangka, H dan MB, dalam dugaan korupsi gadai emas di Unit Pegadaian Syariah Palengaan.
Keduanya diduga menghimpun emas masyarakat tanpa izin, memakai identitas orang lain dalam dokumen gadai, dan mencairkan dana untuk kepentingan pribadi. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp9,7 miliar. Kejaksaan menyita beberapa bidang tanah milik tersangka sebagai bagian dari penyidikan.
Selain tiga kasus tersebut, Pegadaian pada Juli 2025 mengeluarkan peringatan resmi kepada masyarakat terkait maraknya penipuan rekrutmen yang mengatasnamakan perusahaan.
Tanggapan Manajemen
Sekretaris Perusahaan Pegadaian Dwi Hadi Atmaka menjelaskan bahwa kenaikan liabilitas lebih dari Rp23 triliun merupakan respons perusahaan terhadap meningkatnya permintaan pembiayaan dan investasi berbasis emas di tengah kenaikan harga komoditas tersebut.
“Pendanaan tambahan dilakukan melalui utang bank, penerbitan obligasi, sukuk, dan deposito emas,” katanya.
Peningkatan utang bank dan surat berharga disebut sebagai bagian dari strategi optimalisasi likuiditas dan penguatan permodalan. Menurutnya, kondisi pasar yang stabil dengan suku bunga kompetitif menjadi momentum untuk memperluas basis pendanaan jangka menengah dan panjang.
Terkait dominasi pendapatan emas, Pegadaian menegaskan bahwa penjualan logam mulia dilakukan oleh anak usaha, PT Pegadaian Galeri Dua Empat. “Kenaikan tersebut mencerminkan permintaan masyarakat terhadap investasi emas dan mendukung produk cicil emas, bukan menandakan pergeseran dari bisnis gadai inti,” tuturnya.
Manajemen juga menjelaskan bahwa lonjakan beban usaha terutama berasal dari HPP emas seiring meningkatnya volume penjualan. Kenaikan CKPN disebut sebagai konsekuensi ekspansi portofolio pinjaman yang tumbuh 26% year-to-date.
Pegadaian menegaskan kualitas pinjaman tetap terjaga dengan tingkat non-performing loan (NPL) di 0,5%, membaik dari 0,6% pada akhir 2024.
Defisit arus kas operasional dijelaskan sebagai karakteristik bisnis penyaluran pinjaman yang menuntut kebutuhan modal kerja tinggi ketika portofolio tumbuh cepat.
Terkait deretan kasus yang menimpa pegawai dan mitra, Pegadaian menyatakan menghormati dan mendukung proses hukum oleh aparat penegak hukum di daerah masing-masing dan bersikap kooperatif dalam setiap tahap penyidikan. Perusahaan menegaskan komitmen zero tolerance terhadap segala bentuk penyimpangan.
“Pegadaian juga menyampaikan bahwa perusahaan telah memperkuat pencegahan, pendeteksian, dan penindakan risiko fraud melalui peningkatan pengendalian internal, audit berbasis risiko, pemanfaatan data analytics untuk mendeteksi anomali transaksi, serta optimalisasi Whistleblowing System sebagai kanal pelaporan aman dan independen.”
Dalam upaya pemulihan reputasi, perusahaan mempercepat digitalisasi layanan melalui super app Tring! untuk mengurangi risiko human error dan meningkatkan pengalaman nasabah.
“Manajemen menyebut langkah-langkah ini sejalan dengan visi perusahaan menjadi The Leader in the Gold Ecosystem and Accelerator of Financial Inclusion.”
Pegadaian menegaskan bahwa setiap dinamika yang terjadi menjadi dorongan bagi perusahaan untuk memperbaiki tata kelola dan menghadirkan layanan yang semakin aman, transparan, dan mudah bagi masyarakat.
(red)

































