Selain itu, ditemukan juga sejumlah dokumen elektronik dan bukti pengiriman yang digunakan untuk memperlancar penjualan.
Pelaku yang berinisial NU diketahui menjalankan usahanya tanpa toko fisik dan hanya beroperasi melalui pemesanan daring, terutama lewat aplikasi WhatsApp. Setiap hari, ia mampu mengirim hingga 72 paket produk dengan keuntungan sekitar Rp1,1 juta.
“Pelaku memesan bahan obat dari toko daring dan distributor, lalu memproduksi dan memasarkan produk secara sembunyi-sembunyi,” jelas Taruna.
Salah satu produk unggulan yang disita mengandung bahan kimia sildenafil, yakni zat aktif yang biasa digunakan dalam obat kuat pria. BPOM menegaskan bahwa penggunaan bahan kimia tersebut dalam produk herbal atau obat tradisional sangat berbahaya.
“Obat alam tidak boleh mengandung bahan kimia sintetis. Efeknya bisa menyebabkan kehilangan penglihatan, pendengaran, nyeri dada, stroke, bahkan kematian mendadak,” tegas Taruna.
Pelaku saat ini telah diamankan di Polda Metro Jaya untuk proses penyidikan lebih lanjut. Ia dijerat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 435 juncto Pasal 148 ayat (2), serta Pasal 436 ayat (12) juncto Pasal 146 ayat (1) dan (2), dengan ancaman pidana hingga 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.
Taruna menambahkan, sepanjang 2025 BPOM telah melakukan sedikitnya lima operasi penindakan terhadap kasus serupa, termasuk dua perkara obat-obatan yang telah selesai penyidikannya dan satu kasus kosmetik yang tengah dalam tahap pemberkasan.
“Ini menunjukkan bahwa peredaran produk ilegal masih menjadi tantangan besar di sektor farmasi,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya sinergi tiga pilar antara BPOM, Polri, dan Kejaksaan, serta dukungan pemerintah daerah untuk menekan peredaran obat ilegal di masyarakat.
“Kejahatan farmasi kini makin canggih dan banyak bergeser ke platform daring. Karena itu, kerja sama lintas lembaga menjadi kunci untuk melindungi masyarakat dari produk berbahaya,” tutup Taruna.
(dec/spt)
































